Tikam Samurai - 343

Dia terjajar kepinggir. Dari pinggir ada yang menendang punggungnya. Dia terjajar lagi ketengah. Rasa sakit menyelusup. Nuad menyerang lagi, tapi dengan cepat si Bungsu mengelak. Pukulan Nuad meluncur diatas kepalanya. Ada suara bergalau dari beberapa tentara yang berjajar di sekitar ruangan.
Kini mereka berhadapan. Tendangan dari salah seorang dari tentara tadi memberikan kesadaran pada si Bungsu, bahwa dia kini berada disarang harimau! Tendangan sepatu berduri dipunggung terasa mendatang rasa ngilu. Dia hanya tak boleh kalah, tapi tak boleh juga tersandar pada kerumunan tentara di sekilingnya. Kalau dia sampai tersandar lagi pasti punggungnya akan kena hajar lagi. Nuad menghayun tinju,si bungsu mengelak dan membalas dengan sebuah pukulan cepat. tapi tangannya ditangkap Nuad, dengan cepat si Bungsu mengirmkan pukulan dengan tangan kiri, tapi tangannya kirinya ditangkap lagi!
OPR ini memang luar biasa, pesilat yang tak boleh dianggap enteng. Tangannya yang memegang kedua tangan si Bungsu diputar.Si Bungsu berusaha bertahan, tapi dibawah gemuruh suara tentara yang menonton, tubuhnya terseret berputar mengelilingi tubuh Nuad. Makin lama makin kencang. Kakinya terangkat beberapa kali karena kehilangan keseimbangan. Kedua tangannya terkunci pada genggaman Nuad.
Ruangan ini dirasakannya mulai berputar. Suatu saat OPR itu melemparkan tubuh si Bungsu. Tanpa bisa bertahan sedikitpun, tubuhnya meluncur menabrak palunan tentara. Dirinya ditangkap ramai-ramai,setelah di pukul dan ditendang beberapa kali,kembali tubuhnya di lemparkan ketengah.
Suara hiruk pikuk itu nyaris tak terdengar ketika tubuhnya jatuh ditengah ruangan, Lalu sebuah injakan sepat berduri Nuad membuat dia ingin muntah.
Terdengar tepuk tangan. Suara tertawa. Si Bungsu merangkak bangkit. Lalu Nuad mendekat dan mengayunkan sebuah tendangan yang mendarat didagu si Bungsu, sampai tubuhnya terangkat keatas karena tendangan berkekuatan penuh itu. Lalu terlempar, dan terhempas lagi kelantai.Dia hampi tamat. Darah meleleh dibibirnya yang pecah dan hidungnya yang remuk.
Seseorang menyiram wajahnya dengan air yang berasal dari penples, tempat air militer.
Bibirnya yang pecah terasa pedih. Namun air itu membuat kesadarannya agak lebih baik. Kenapa secepat itu dia ditaklukkan Nuad? Padahal dia mahir Karate dan Yudo yang dilatih oleh temannya yang bernama Kenji ketika di Jepang?.
’Hei, ayo berdiri!” dia dengar seruan orang-orang.
Dia masih menelungkup beberapa saat. Mengembalikan kesadarannya lebih penuh. Memulihkan tenaganya perlahan-lahan. Ketika ada yang menendang kakinya, dia lalu bangkit. Kini orang yang berdiri di depannya sudah bertukar. Bukan lagi Nuad. Tapi OPR lain. Nuad kelihatan tegak di sudut seperti seorang hero. Seolah-olah si Bungsu bukan tandingannya. Seolah-olah perkelahian sebentar ini menurunkan martabatnya saja. Dengan tatapan yang amat merendahkan, nampaknya dia ”mewakilkan” perkelahian itu pada temannya sesama OPR. Si Bungsu tegak dengan kesadaran lebih baik dari tadi. Dia sempat melirik betapa Nuad yang sedang menghisap rokok dengan sikap petentengan.
”Kau coba saja dengan Siswoyo…!” ujar Nuad padanya.
Ucapannya disambut dengan tawa oleh tentara yang memenuhi ruangan itu. OPR yang bernama Siswoyo itu maju. Perlahan si Bungsu menyusun konsentrasi. Berapa lamakah dia tak lagi berkelahi? Dan yang lebih penting sudah berapa lamakah umur sumpahnya, bahwa dia takkan mempergunakan kekerasan kepada bangsanya sendiri? Tidak, sumpah itu sudah batal sejak peristiwa dengan Nuad, si OPR, beberapa hari yang lalu di Simpang Aur kuning. Bukankah dia sudah berniat untuk tak kalah? Siswoyo, OPR yang kampungnya entah di mana di Jawa sana, bergerak maju dengan mengirimkan sebuah pukulan. Namun yang dia hadapi kini adalah seorang lelaki yang telah pulih ingatannya. Lelaki yang telah masak oleh seribu pertarungan.
Mulai dari zaman Jepang dan agresi Belanda ketika dia masih berusia dua puluhan, sampai ke Jepang. Singapura dan Australia. Kini, ketika Siswoyo mengirimkan sebuah pukulan, pukulan si Bungsu justru menyongsong amat cepat dan amat telak. Yang kena adalah kening Siswoyo. Lelaki itu pada mulanya hanya tersurut dua langkah. Tapi setelah itu beruntun terjadi hal yang aneh. Mula-mula matanya jadi juling. Kemudian tegaknya sempoyongan. Lau tubuhnya berputar. Lalu jatuh di atas kedua lututnya. Si Bungsu masih tegak di depannya, dalam jarak tiga depa dengan tenang.
”Hayo Sis! Bangkit. Hajar pemberontak itu!” terdengar seruan-seruan.
Namun tubuh Siswoyo tiba-tiba jatuh tertelentang. Mulutnya berbuih. Matanya yang juling pada putih semua. Dua tentara maju serentak, memegang nadi dan meraba dada Siswoyo.
”Semaput…”, ujar tentara itu.
Suasana jadi sepi. Sekali pukul Siswoyo yang berdegap itu bisa keblinger pingsan? Ah, apakah ini suatu kebetulan atau Siswoyo salah mengatur pernafasannya? Tak mungkin anak muda itu tiba-tiba menjadi begitu tangguh. Padahal sebentar tadi dia jadi mainan oleh Nuad. Tiba-tiba terdengar suara.
”Awas, saya hajar orang Minang yang jadi mata-mata gerombolan ini….!”



@



Tikam Samurai - 343