“Kita tidak mungkin meninggalkannya di sini, dia memerlukan pertolongan..” ujar si sersan.
Kelima mereka menyepakati ucapan si sersan. Mereka lalu membuat tandu darurat dan menandu Michiko makin masuk ke belantara, naik turun bukit arah ke Gunung Singgalang. Jalan itu sudah mereka pelajari dua bulan yang lalu, merupakan jalan terdekat untuk tembus ke kampung Balingka. Selain menandu Michiko mereka juga membawa tiga pucuk senjata yang tertinggal oleh pasukan APRI.
Menjelang subuh mereka sampai di barak darurat yang dibuat di pinggang Gunung Singgalang. Barak itu sengaja dibuat di sana, agar tak terjangkau oleh APRI, dan memudahkan droping senjata oleh helikopter Amerika yang terbang menyelusup dari Laut Cina Selatan. Namun celaka menghadang, pada saat bersamaan dengan kedatangan mereka kebetulan sebuah helikopter Amerika sedang menurunkan senjata. Tapi saat itu pula tiba-tiba pasukan APRI menyerang.
Pasukan APRI ternyata tidak hanya melakukan serangan balik atas peristiwa Lembah Anai yang terjadi kemarin pagi, tapi juga melakukan serangan mendadak ke salah satu tempat rahasia PRRI menerima droping senjata dari Amerika melalui udara. Apri menjadi curiga saat tengah malam ada deru helikopter. Setelah beberapa kali hal itu terjadi, mata-mata yang disebar akhirnya mengetahui maksud kedatangan heli itu, serta di mana lokasi droping senjata dilakukan.
Keadaan benar-benar kacau balau. Di barak darurat di tengah hutan di pinggang Singgalang itu hanya ada satu peleton PRRI. Mereka disiagakan di sana untuk menunggu dan membawa senjata yang didrop secara rahasia itu. Itu sebabnya, ketika APRI belum mengenal bazoka, PRRI sudah menggunakannya. Senjata itu merupakan senjata anti-tank.
Tempat itu dipilih karena letaknya yang tersembunyi, tapi strategis. Ketika serangan datang dengan mudah mereka menyelusup dan lenyap berlindung ke jurang-jurang di sekitarnya.
Dalam peristiwa serangan mendadak menjelang subuh itu, si letnan masih sempat merminta pertolongan kepada pilot helikopter untuk menyelamatkan Michiko yang terluka, dan saat itu tidak sadar diri.
“Tomas, keadaan gadis ini kritis, kalau dibiarkan di sini nyawanya bisa tidak tertolong..” ujar letnan itu.
“Tapi saya harus ke Singapura..” jawab pilot bernama Tomas dalam gebalau yang mencekam itu.
“Justru itu, bawalah dia. Dari sana lebih dekat ke negerinya di Jepang sana..” ujar si letnan.
Pembicaraan mereka terputus oleh ledakan peluru mortir. Saat pilot dan copilot heli itu selesai menurunkan peti-peti berisi senjata, dibantu beberapa orang anggota PRRI, si letnan menyuruh anggotanya menaikkan Michiko yang masih belum sadar ke helikopter.Kemudian mengikatkan tubuhnya dengan kuat. Tembakan pasukan APRI terdengar makin dekat. Dengan berkali-kali mengucapkan “shit…shit..shit” pilot Amerika itu melompat ke helikopternya yang mesinnya tidak pernah dimatikan.
“Di peti itu ada lima pucuk 12,7 dan 10 buah Bazoka serta dua lusin gren…” teriak si pilot sambil menaikan helikopternya mengudara dan segera menjauh dari pinggang gunung itu, dan lenyap di kegelapan malam. Kembali menuju Laut China Selatan. Si Letnan dan anggotanya yang masih bertahan segera mengamankan peti-peti senjata itu.
Mendorongnya ke sebuah goa batu cadas,kemudian mereka ikut masuk kedalamnya.Goa itu pintunya kecil saja,namun makin ke dalam makin besar dan jalannya menurun.
Sekitar lima puluh meter goa itu berkelok ke kanan jalanya kembali mendaki. Ujungnya muncul di seberang pintu yang tadi mereka masuki.Pintu masuk dan pintu keluar itu dipisahkan oleh sebuah jurang yang sangat dalam,goa itu seperti membentuk huruf “U”. Artinya dari mulut goa dimana kini mereka berada dapat mengawasi mulut goa tersembunyi yang tadi mereka masuki, yang jaraknya hanya sekitar 50atau 60 meter, tapi dipisahkan oleh jurang yang amat dalam.
Mereka tak perlu mengawasi apa-apa,sebab pintu masuk itu amat terlindung dan mustahil ditemukan pihak APRI. Yang akan mereka temukan paling-paling barak darurat yang berada sekitar seratus meter dari mulut goa. Mereka lalu tidur kelelahan, bukan pekerjaan yang ringan naik turun tebing terjal dari siang sampai malam, apalagi harus memikul tandu bermuatan orang yang sedang sekarat.
Si Bungsu membuka mata dan dia mendapati dirinya di bangsal sebuah rumah sakit.Itu terlihat dari tempat tidur berderet-deret dan belasan pasien sedang dirawat.dia rasakan kepalanya berdenyut-denyut. Saat dia raba ternyata kepala nya terbungkus perban. Dia coba menggerakan kedua kakinya, kemudian kedua tangannya.Alhamdulillah, tak ada yang patah atau putus.Jadi hanya kepalanya yang cedera, itupun dirasanya tidak terlalu parah. Buktinya dia bisa menolehkan kepalanya perlahan kekiri maupun kekanan, hatinya jadi agak lega.
Dari penjelasan perawat diketahuinya bahwa penumpang konvoi, termasuk para pelajar SGKP, meninggal dan pencegatan itu.Konvoi itu baru bisa lepas dari jebakan setelah sore, yaitu ketika datang sekompi tentara dari padang,di antaranya sepeleton RPKAD yang baru sehari datang dari jakarta.
@
Tikam Samurai - IV