Di dalam air, si Bungsu dan Tongky sedang berusaha keluar dari kesulitan. Mereka baru saja selesai melekatkan dinamit ke dinding kapal itu. Mereka harus menghindar secepat dan sejauh mungkin. Kalau tidak, putaran baling-baling kapal akan menyedot mereka. Memecahkan tabung zat asam dan membunuh mereka.
Tongky yang lebih berpengalaman segera menukik menyelam lebih dalam ke bawah. Dia berharap si Bungsu melihatnya dan meniru gerakannya. Si Bungsu memang melihatnya. Namun sudah terlambat baginya untuk meniru. Kapal itu digerakkan dengan kekuatan penuh untuk menghindarkan mereka memasang dinamit. Tongky terhindar dari putaran air.
Si Bungsu justru terperangkap. Tubuhnya tiba-tiba tersedot dengan kuat. Dia berusaha untuk menghindar, namun kekuatan yang amat dahsyat terus menghisapnya. Dia tersedot. Putaran baling-baling kapal membuat segala benda yang melekat di tubuhnya pada bertanggalan. Mula-mula yang tanggal adalah kaca mata selam yang dia pakai. Kemudian tabung zat asam di punggungnya. Tali kulit yang mengikat tabung itu dengan tubuhnya putus. Tabung itu sendiri tertarik, menghantam baling-baling yang berputar kencang dan hancur berantakan.
Kini tubuh si Bungsu tak berdaya, dia terhisap makin dekat. Maut menyeringai menantinya. Di dalam kapal, perwira piket tiba-tiba jadi pucat. Dia melihat sinyal merah melekat berdekatan. Tak bergerak secuilpun! Dan sirene lain yang panjang berbunyi.
‘’Dinamit!’’ seru opsir itu.
Semua jadi…bertatapan tegang. Diam. Beberapa detik berlalu. ‘’Matikan mesin. Tinggalkan kapal!’’
Perintah opsir itu segera diikuti dengan suasana sibuk. Kenop “off” pada mesin ditekan. Mesin kapal itu dihentikan mendadak untuk memberi kesempatan bagi awak kapal selam itu meninggalkan kapal. Dan saat itu tubuh si Bungsu telah berada sehasta dari baling-baling, tatkala tiba-tiba putaran baling-baling itu menjadi perlahan karena mesin dimatikan. Dia bisa menjauh, nyawanya selamat. Tubuhnya tak jadi berkeping-keping. Tuhan menurunkan keajaiban untuk menyelamatkan nyawanya.
Namun dia sudah hampir kehabisan nafas. Dia berusaha mengapung ke atas. Sudah beberapa menitkah berlalu? Kapal ini hanya punya waktu lima menit, kemudian akan meledak berkeping-keping. Sambil membiarkan tubuhnya mengapung ke permukaan, dia mengayuhkan tangan dan kaki agar bisa menjauhi kapal tersebut.
Tiba-tiba, dua depan di atasnya, lewat cahaya terang matahari yang menusuk ke tubuh laut, dia lihat beberapa tubuh beterjunan. Pastilah anak-anak kapal yang menyelamatkan diri, meninggalkan kapal tersebut sebelum meledak. Namun si Bungsu sudah kehabisan tenaga. Lemas, dia tak berdaya lagi.
Jauh di bawah sana, Tongky menyadari si Bungsu menghadapi bahaya serius. Begitu mengetahui mesin kapal berhenti mendadak, Tongky mengapung lagi. Dia melihat sesosok tubuh yang lemas. Dia segera mengetahui bahwa tubuh itu adalah di Bungsu. Cepat dia mendekat dan menarik tubuh tersebut. Membawanya kembali menyelam, menghindarkan diri dari kapal itu. Sambil menyelam, beberapa kali dia menanggalkan alat pernafasan dari mulutnya, kemudian mendekapkannya ke mulut si Bungsu.
Begitu mereasa ada alat pernafasan di mulutnya, si Bungsu segera menghirup oksigen tersebut. Beberapa saat dia bernafas di sana, sambil tubuhnya tetap dipeluk Tongky sambil berenang di laut dalam itu. Mereka bergantian bernafas pada skuba milik Tongky. Dengan cara demikian, mereka akhirnya mendekati pantai dimana Fabian menanti.
Beberapa saat mencapai pantai, mereka merasa desakan dan getaran air yang kuat. Tongky segera tahu, kapal selam itu telah meledak. Dan ketika beberapa saat kemudian mereka muncul di permukaan air di dekat pantai, mereka tak lagi melihat kapal selam tersebut. Di laut mereka hanya melihat beberapa sosok tubuh yang berusaha berenang ke tepi. Mereka adalah awak kapal selam itu. Di sekitarnya terlihat berbagai barang mengapung di antara genangan minyak. Tongky menyeret tubuh si Bungsu ke atas.
‘’Terima kasih, kawan. Anda menyelamatkan nyawa saya..’’ ujar si Bungsu, begitu tubuhnya berada di pasir di bawah pohon-pohon yang rindang.
Saat itulah para awak kapal selam yang sedang terapung-apung di laut menampak mereka. Mereka saling berteriak. Namun jaraknya terlalu jauh untuk mengenali, apalagi untuk mendekati. Fabian berada di sana, di dekat si Bungsu dan Tongky.
‘’Ayo cepat, teman-teman mereka barangkali tengah menuju kemari, demikian juga polisi. Ledakan ini mungkin terdengar sampai ke kota..’’ ujar mantan kapten itu.
Mereka bergegas mengangkat alat-alat selamnya, menyeretnya ke semak-semak di mana mereka tadi meninggalkan jip Landrover. Lalu meninggalkan tempat itu. Mengambil jalan lain yang mereka ketahui karena telah mempelajari tempat tersebut dengan seksama.
Pemerintah Malaya jadi heboh. Segera terungkap bahwa perairan Singapura, bahagian dari negara mereka, telah dipakai oleh pasukan Belanda sebagai pangkalan gelap kapal perang. Meledaknya kapal selam itu telah membuka kedok Konsulat Belanda di kota itu. Ribut antara Pemerintah Malaya dengan Belanda segera terjadi. Malaya memanggil Konsul Belanda di Singapura. Lalu mengusir, mempersona non garatakan, Konsul itu.
Dalam konflik Indonesia – Belanda, Malaya memang negara yang netral. Namun
hadirnya sebuah kapal selam di perairannya, jelas tak disukai Indonesia yang
tengah berperang dengan Belanda
@
Tikam Samurai - V