Kami akan menukarkan yang kesepuluh orang itu dengan Tuan Mentri muda Urusan Pertahanan Amerika Serikat yang ada di pesawat ini. Pesawat ini tengah di perintahkan pimpinan kami untuk menuju Mexico city, Ibukota Mexico. Kami menunggu pertukaran tahanan politik itu di mexico..
Selama tahanan itu belum muncul, tak seorangpun diantara Anda yang akan meninggalkan pesawat. Nah, kami kira semuanya cukup jelas. Jangan panik, yang ingin buang air dan sebagainya, disilahkan ke toilet seperti biasa. Asal jangan coba-coba berbuat yang tidak-tidak. Bahkan kalau Anda ingin kopi, teh atau makanan, Anda bisa menekan bel, dan pramugari akan kami perintahkan melayani Anda. Kami yakin Anda akan membantu kami demi tegaknya Komunisme Internasional. Terima kasih atas kerjasama Anda..’’
Dia meletakan mik itu. Kemudian mengambil earphone, memencet tombol di dinding dekat pramugari yang masih duduk dan tak tahu harus berbuat apa. Dia bicara beberapa patah. Kemudian lelaki tersebut meminta ketiga pramugari yang masih duduk terbengong-bengong itu untuk pindah ke deretan kedua, di sisi yang berlainan dari Menteri Amerika Serikat tersebut.
Lelaki itu menuju ke cokpit. Mengentuk pintu dua kali. Ketika pintu terbuka, lelaki itu masuk. Tempatnya di dekat earphone tadi segera digantikan oleh pembajak lain yang berjambang lebat. Tak lama setelah lelaki pertama masuk, pintu ruang pilot terbuka. Dari sana muncul gadis Itali itu. Masih tersenyum ramah. Namun di tangannya ada sepucuk pistol.
Lelaki berjambang itu memberi hormat, serta bersikap takzim sekali pada gadis itu. Gadis itu tegak dan meraih mik yang tadi dipakai oleh si lelaki pertama, yang kini nampaknya bertugas mengawasi pilot dan copilot di depan sana. Lewat mik pramugari Itali itu bicara, suaranya merdu dan lembut:
‘’Selaku pimpinan dari regu pembebasan ini, saya mohon maaf atas terganggunya perjalanan Anda sekalian. Namun percayalah, pengorbanan Anda yang sedikit itu adalah demi kejayaan Komunisme..’’
Gadis itu berhenti. Melayangkan pandangan lewat matanya yang biru dan senyumnya yang memikat ke seantero ruangan pesawat. Tongky kembali menyikut si Bungsu, berbisik:
‘’Anda ternyata benar, kawan. Maksud saya firasat Anda tadi. Anda punya indra keenam yang amat tajam. Tapi .. ngomong-ngomomg, pacar Anda ini rupanya punya pangkat yang lebih tinggi. Pimpinan regu pembebasan sepuluh orang tahanan politik dan militer. Hmm, dan harap ingat pula, perkiraanku juga benar, bahwa dia bukan orang Italia, meski dia bekerja di Air Italian. Dia orang Cuba. Perempuan Cuba, kalau dapat tidur dengannya, wouww!’’
Tongky tertawa sendiri. Suara tawanya membuat para pembajak itu menatap tajam. Salah seorang di antaranya, yang tegak tak begitu jauh dari tempat mereka, bertanya:
‘’Anda yang kribo, saya rasa Anda dari Afrika, apa yang membuat Anda gembira hingga tertawa begitu?’’
Ucapan orang itu sopan sekali, namun siapa pun dapat merasakan nada hinaan dalam kalimat ‘Afrika’ yang dia ucapkan. Namun Tongky sedikitpun tak merasa tersinggung, dengan senyum lebar dia menjawab:
‘’Terima kasih Anda punya pengetahuan dan rasa hormat yang dalam pada leluhur saya. Tentang kegembiraan, sehingga membuat saya tertawa, karena rute perjalanan yang dirobah ini..’’
Seluruh pembajak dalam pesawat itu menatapnya.
‘’Teruskan…kawan..’’ kata pembajak yang tadi bertanya.
Mau tak mau beberapa penumpang ikut-ikutan menoleh pada Tongky. Kawan di Bungsu itu menyambung:
‘’Yang membuat saya gembira adalah diperpanjangnya perjalanan ini. Kami membayar hanya untuk Singapura-Dallas, kini siapa sangka, Tuan-tuan berbaik hati membawa kami ke Mexico. Mana tahu, kami bisa pula melihat Cuba. Ah, negeri tuan pasti bagus sekali….he..he..’’
Beberapa penumpang nyengir. Para pembajak itu saling pandang sesamanya. Gadis cantik pimpinan teroris itu ikut tersenyum. Tongky bicara dengan menghadap pada gadis itu.
‘’Kawan di sebelah saya ini orang Indonesia tulen. Dan maaf, dia amat tertarik pada Nona, sebagaimana halnya semua lelaki di pesawat ini..’’
Si Bungsu jadi merah mukanya. Tak kalah merahnya adalah wajah para pembajak. Salah seorang yang tegak di dekat mereka segera mendekati dan berniat memukul Tongky, namun gadis cantik itu memberi isyarat mencegah. Lelaki itu surut lagi ke tempatnya semula. Dengan masih tersenyum, gadis itu bertanya langsung pada si Bungsu.
“Apakah benar ucapan temanmu itu, Love?’’
Si Bungsu tak menjawab, yang menjawab justru Tongky. Dia menjawab dengan siulan nyaring tatkala gadis itu memanggil si Bungsu dengan ’love’.
@
Tikam Samurai - V