Tikam Samurai - 420

Pesawat udara menjatuhkan bom-bom kimiawi. Bom yang menyebarkan kuman, bom yang menyebabkan penduduk atau para pemberontak komunis jadi tertidur. Bom berisi obat tidur! Ya, itu dia!
Orang di tower itu harus mencari peluru yang ujungmya berrisi zat kimia. Peluru itu ditembakkan ke dalam pesawat. Tanpa suara, tanpa warna, peluru yang ujungnya berisi zat kimia itu akan melumpuhkan seluruh isi pesawat dalam waktu sekejap. Para pembajak bisa tak mengetahui sama sekali.
Tongky mengambil pena dari kantong bajunya. Kedua ujung pena itu punya tiga fungsi. Ujung yang satu, yang mirip pena adalah untuk menulis, sekaligus merupakan senjata yang bisa merubuhkan lawan dalam jarak sepuluh meter. Senjata yang hanya dipergunakan dalam saat yang amat mendesak.
Ujung yang satu lagi, yaitu bahagian pangkalnya, berfungsi sebagai senter. Tongky melipat kedua tangannya di dada. Pangkal penanya dia tekan ke jendela kaca di kanannya. Dan dalam sikap seperti itu dia mempergunakan senter tersebut sambil matanya memperhatikan para pembajak. Perbuatannya pasti tak kelihatan, karena tubuhnya terhalang oleh tubuh di Bungsu ke arah pembajak yang tetap menatap seisi pesawat dengan pandangan dingin di balik kacamata hitamnya.
Di Tower Bandara. tiba-tiba salah seorang petugas menunjuk ke pesawat.
‘’Lihat…ada cahaya..!’’
Semua memperhatikan ke pesawat itu dengan seksama.
‘’Ya… cahaya! Lemah sekali…’’ ujar yang lain.
‘’Ambilkan teropong…’’ kata Direktur CIA kepada bawahannya.
Bawahannya, seorang tentara berpangkat kolonel, segera mengerti apa yang dikehendaki atasannya. Sebuah benda mirip teropong, namun punya daya pembesar sangat hebat, segera diberikan. Dan saat itu juga, ada sekitar empat atau lima orang yang di tower segera berusaha membaca isyarat lemah dari pesawat itu. Yang cepat bisa membaca adalah si kolonel ajudan Direktur CIA itu. Tanpa mempergunakan alat teropong, dia mengeja isyarat tersebut:
‘’Jangan dibalas. Ulangi… jangan dibalas…’’ dan cahaya itu mati sebentar. Mereka di tower saling pandang.
‘’Orang mengirim isyarat itu meminta jangan membalas isyarat itu, dia khawatir kalau isyarat balasan kelihatan oleh pembajak di pesawat..’’ kolonel itu menterjemahkan isyarat tersebut.
Kepala Staf Angkatan Perang Mexico segera maklum apa yang harus dia perbuat. Dia meraih sebuah corong, dan memerintahkan pada seluruh anak buahnya di sekitar lapangan itu, untuk tidak membalas isyarat apapun yang datangnya dari pesawat.
‘’Cahaya itu lagi…’’ seru penjaga tower.
Benar, cahaya halus itu kembali berkelip-kelip, hanya berjarak sebuah jendela dari jendela kaca yang pecah bekas pembajak itu tadi menembak.
‘’Tembakan peluru bius lewat jendela yang pecah. Ulangi… tembakan peluru bius… Pasukan elit Amerika… memiliki… peluru jenis..itu. Jika … isyarat saya ini dimengerti, beri isyarat dengan sesuatu… apa saja..’’
Mereka berpandangan lagi.
‘’Seseorang di dalam pesawat itu bisa kita jadikan perantara untuk menolong kita keluar dari kemelut ini. Dia memakai sandi yang hanya biasa dipakai Tentara Sekutu. Barangkali yang mengirim sandi ini adalah seorang ajudan Menteri Muda kita..’’ kata salah seorang staf Menteri Luar Negeri Amerika.
‘’Kita harus cepat memberi isyarat seperti yang dikehendakinya..’’ ujar kolonel yang menterjemahkan isyarat tadi dengan cepat.
‘’Ada senter atau sejenis itu di sini?’’ tanyanya. Namun pertanyaan itu mendapat sanggahan dari beberapa orang. Termasuk Menteri Luar Negerinya.
‘’Orang itu sudah mengatakan agar kita tak membalas isyaratnya. Kita tak bisa memakai senter’’.
‘’Tapi Tuan Menteri, kita tak membalas isyarat apa-apa. Kita hanya akan menghidupkan senter itu sekali saja. Dan habis. Itu sebagai isyarat bahwa kita menerima pesannya..’’
Terjadi perdebatan, akhirnya pendapat kolonel yang memang telah kenyang dengan perang di berbagai tempat itu diterima. Kepadanya diberikan sebuah lentera segi empat yang dihidupkan dengan listrik. Lentera itu dihadapkan ke pesawat. Tombol ditekan, hidup hanya sedetik.
Mereka menanti dengan tegang. Di pesawat, Tongky melihat cahaya yang hanya sedetik itu. Namun dia tahu, itu adalah jawaban atas isyaratnya. Dia lega, namun sekaligus juga waspada. Dia memperhatikan para pembajak itu, apakah ada diantara mereka yang melihat cahaya tersebut? Sepi. Tak ada seorangpun yang tahu.
‘’Isyarat itu lagi..!’’ seseorang berkata di tower.
Kolonel CIA itu kembali menterjemahkan:
‘’Tembakan peluru jika saya memberi isyarat dengan sinar panjang. Namun jika peluru itu siap, harap beri isyarat kembali dengan hanya sebuah cahaya seperti tadi!’’
Sepi.



@



Tikam Samurai - 420