“Baiklah, kelak kalau anda punya waktu, anda bisa menelpon saya langsung di Gedung Putih. Dan saya yakin merupakan hari yang membanggakan bagi saya kelak bila bertemu dengan anda…”
“Terimakasih tuan Presiden…”
Dan hubungan radio itupun berakhir,pesawat yang dia kemudikan membelah udara amerika memasuki wilayah lautan Pasifik.Sementara itu di Mexico City, seluruh aparat yang terlibat dalam penyelesaian pembajakan itu bergerak dengan cepat.
Ketujuh pembajak segera di bawa oleh Angkatan Udara Amerika,kesuatu tempat di Akerika Serikat,yang seorang pun tidak tahu tujuannya,selain pimpinan tertinggi negara itu saja.
Para Sandera yang dibebaskan itu,sesuai dengan janji Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, segera di terbangkan dengan pesawat carteran ketempat mereka masing-masing. Dikota di mana mereka turun,pengawalan di lakukan dengan ketat,tetapi tidak menyolok. Dalam perjalanan menuju kota masing-masing,beberapa petugas yang menyertai para sandera itu meminta pada mereka untuk tidak memberikan keterangan pers kepada para wartawan. Himbauan itu disampaikan demi keselamatan para sandera itu sendiri.
“Kita tidak bisa mengawasi semua orang di negeri kita ini untuk melindungi anda…”ujar petugas FBI itu di dalam pesawat,”Letaklah kita bisa mengawasi orang-orang asing yang dicurigai, tapi bagaimana kalau misalnya yang akan mencelakai anda adalah orang Amerika yang tak kita curigai sedikitpun? Harap anda ketahui,sungguh sukar bagi kita untuk mengawasi yang mana orang Amerika yang pro-Komunis dan mana yang tidak…”
Para bekas sandera itu memang lebih suka berdiam diri dari pada harus di ancam marabahaya.Itulah sebabnya kenapa masing-masing,mereka umumnya berdiam diri saja ketika dikerubuti para wartawan untuk mendapatkan cerita dari drama pembajakan yang amat menegangkan itu.
Saat para pembajak akan di naikan kepesawat,gadis Pramugari yang jadi pimpinannya tiba-tiba mengajukan permintaan.
“Saya ingin mengajukan sebuah permintaan…”katanya ketika dia akan dipindahkan dari mobil tahan peluru kepesawat khusus Angkatan Udara Amerika yang telah menanti. Direktur CIA yang menyertai mereka mengangguk menyetujui permintaan untuk mendengarkan permintaan gadis itu.
“Saya ingin bertemu dengan salah seorang dari penumpang pesawat itu tadi..”
“Salah satu dari yang anda sandera itu?”
“Benar…”
Direktur CIA itu saling pandang dengan petugas keamanan.
‘’Jangan khawatir. Dia bukan bahagian dari kami. Dia benar-benar seorang penumpang biasa. Seorang lelaki. Saya harap Anda bisa mengerti..’’
Dan tiba-tiba saja Direktur CIA itu menjadi maklum. Dia punya seorang anak gadis yang sebaya dengan pramugari cantik ini. Gadisnya itu seorang yang manja.
‘’Baik, Anda bisa sebutkan namanya. Tapi kami hanya bisa memberi waktu lima menit. Tak lebih’’
‘’Terimakasih. Saya justru hanya butuh waktu setengah menit..’’
‘’Nona, bisa sebutkan namanya, agar kami bawa dia kemari..’’
‘’Saya tak tahu namanya..’’
Direktur CIA itu tertegun heran.
‘’Ya saya tak tahu namanya. Namun saya bisa sebutkan ciri-cirinya’’.
‘’Baiklah. Anda sebutkan ciri-cirinya..’’
Yuanita menyebutkan ciri lelaki yang ingin dia temui itu. Di ruang khusus di salah satu tempat dekat lapangan itu, para bekas sandera masih ada yang menunggu pesawat. Sebahagian besar diantara mereka telah diterbangkan ke kota masing-masing. Seorang petugas bergegas ke sana. Menyeruak diantara petugas keamanan yang menjaga dengan ketat. Berbisik dan mencari-cari. Kemudian mendekati seorang lelaki.
‘’Tuan, Anda diminta datang ke ruang itu..’’ petugas tersebut bicara pada si lelaki. Lelaki itu, yang tak lain daripada si Bungsu, jadi kaget.
‘’Saya..?’’
‘’Ya, Tuan..!’’
Si Bungsu memandang pada Tongky yang tengah duduk bersandar di kursi sambil menaikkan kaki ke meja. Di meja ada dua botol bir yang telah kosong. Sebuah piring yang penuh tulang ayam.
‘’Saya dengan teman saya ini?’’
‘’Tidak, Anda sendirian..’’
Tongky mengedipkan mata. Dan si Bungsu mengikuti petugas itu. Dia segera dibawa ke luar ruangan. Ke sebuah jalan di depan ruang tunggu. Naik ke sebuah jip, kemudian jip itu dipacu ke sudut lapangan yang lain. Lalu berhenti di dekat sebuah pesawat jet kecil yang dijaga dengan ketat. Di dekat tangga, ada tiga orang tegak. Satu diantaranya adalah perempuan. Yang segera dikenali oleh si Bungsu sebagai Yuanita.
‘’Dia yang Anda maksud..?’’ tanya Direktur CIA itu begitu jip tersebut berhenti.
Gadis itu mengangguk. Matanya tak lepas menatap si Bungsu yang termangu-mangu di atas jip. Si Bungsu benar-benar tak tahu akan mengapa. Dia turun dari jip itu. Kemudian melangkah mendekati gadis yang tetap saja memandangnya tak berkedip. Petugas-petugas, termasuk Direktur CIA, menatap setiap gerak kedua orang itu dengan diam.
@
Tikam Samurai - V