Tikam Samurai - 157

Keadaan kembali tegang. Empat serdadu Belanda yang lain tetap saja tak bisa berbuat apa-apa. Sebab mereka melihat betapa ujung pisau Bilal tetap saja menancap di dada komandan mereka.
“Ayola lepaskan Leutenant!!” kopral KNIL itu membentak lagi.
Namun Bilal segera dapat menguasai kekagetannya.
“Kau perintahkan semuanya melemparkan bedil letnant!” Dia mendesis dipangkal telinga leutenant itu. Dan ketika letnan itu masih berdiam diri, dia menekankan lagi ujung pisaunya.
“Perintahkan mereka melemparkan senjatanya!!”.
Namun tiba-tiba saja tanpa disengaja sedikitpun, mungkin karena gugup, senjata ditangan kopral yang mengancam gadis kecil itu meledak.
Dan bencana tak dapat dihindarkan. Kepala gadis itu rengkah dan dia mati tanpa memekik sedikitpun. Semua jadi kaget. Semua seperti dipakukan ke tanah. Bilal lah yang pertama mengadakan reaksi.
“Anjiiing! Kubunuh kalian!! Kubunuuuuuuh!” dan dia memang membuktikan ucapannya. Dia memang tak main-main. Dia memang sia dengan segala kemungkinan. Dia memang kental hatinya. Kental darah pejuangnya.
Dia menekankan pisaunya hingga membenam seluruh ke dada leutenant itu. Seluruhnya terbenam. Leutenant itu memekik dan meronta-ronta mengelak dari renggutan maut. Namun pisau beracun itu sebenarnya sudah sejak tadi beraksi ditubuhnya.
Pisau itu begitu ditekankan begitu menghujam ke jantungnya. Dan dengan mata mendelik, dia tercampak di tanah. Kembali semua orang jadi tertegun. Kaget dan ngeri. Tentara-tentara Belanda yang lima orang itu juga ternganga. Tertegak kaget. Tertegak ngeri.
Namun hanya sebentar. Dan setelah itu mautpun menyeringai serta merenggut nyawa disekitar pasar itu. Yang pertama berakasi adalah sergeant. Bedil ditangannya menyalak. Yang dia tuju adalah Bilal. Tapi pesilat itu sudah lebih dahulu arif. Dia cepat bergulingan di tanah. Dia terhindar dari terkaman maut.
Tapi orang yang berada dibelakangnya, yaitu seorang lelaki petani justru jadi korban. Lelaki itu terpekik dan terpental lalu roboh dan mati.
Dan setelah itu tak lagi diketahui siapa-siapa yang terkena tembak. Sebab letusan telah membahana. Si Bungsu hanya bisa bergerak menurut firasatnya saja.
Tubuhnya bergulingan, dan begitu tegak, samurainya bekerja. Kopral yang menembak mati gadis kecil itu jadi korban pertama mata samurainya. Tangan kopral yang memegang bedil itu putus hingga lengan dekat bahu.
Kemudian samurai si Bungsu berkelabat lagi. Dan kaki Belanda itu putus. Cukup sekian. Si Bungsu membiarkan Belanda itu memekik-mekik tanpa tangan kanan dan tanpa kaki kiri!
Sebuah desingan dan rasa panas menyambar pelipisnya. Dia menjatuhkan diri. Bergulingan kekanan menurut arah peluru tadi datang. Kemudian sambil bangkit, samurainya bekerja.
Sergeant yang tadi menembak, terkena makan mata samurainya. Perut sergeant itu belah. Dan tubuhnya menggelepar-gelepar lalu diam. Lalu mati! Dan suasana tiba-tiba juga diam! Si Bungsu menyisipkan samurainya. Memandang keliling.
Keenam serdadu Belanda itu telah tergeletak. Lima diantaranya mati! Dua orang mati ditangan si Bungsu. Yang lain disudahi oleh Bilal dan enam orang lelaki yang menyerang memakai pisau, parang dan golok!
Tiba-tiba semua mata memandang pada tubuh kopral KNIL yang masih tergolek dan meraung-raung itu.
Mereka beranjak dari tempat masing-masing. Mendekati tubuh kopral itu. Membuat lingkaran mengitarinya.
Dan tiba-tiba seorang lelaki menyeruak. Dia masuk ke tengah memangku mayat gadis kecil yang tadi ditembak si Kopral. Dia adalah ayah gadis itu.
Semua pada diam menatapnya. Dia tidak anggota fisabilillah. Dia hanya seorang petani biasa. Tapi tadi dia telah ikut menghujamkan pisaunya ke dada dua orang Belanda.
Dan kini dia tegak dengan kaki terkangkang memangku mayat anaknya. Menatap pada tentara Belanda yang telah membunuh putrinya itu.
KNIL itu tiba-tiba terdiam pula dari raung kesakitannya. Dia menatap dengan mata terbuka lebar pada lelaki yang memangku gaduis kecil itu. Dia segera mengenali gadis berambut hitam lebat itu. Gadis yang dia bunuh tadi.
“Mengapa kau bunuh dia?” lelaki itu bertanya.
Suaranya perlahan. Aneh. Pertanyaan yang jujur dari seorang lelalki jujur dan bodoh. Lelaki kampung yang tak tahu menahu dengan peperangan atau politik.
“Mengapa kau bunuh anakku, padahal dia tak pernah menyakitimu? Kami tak pernah menyakiti kalian. Kenapa kau bunuh anakku, kau sakiti istriku?”
Suara lelaki itu terdengar serak. Dia tatap tentara KNIL itu tepat-tepat. Dan KNIL itu tiba-tiba seperti kehilangan seluruh rasa sakit dilengan dan dikakinya yang putus.



@



Tikam Samurai - 157