Tikam Samurai - 177

Si Bungsu kaget melihat kekuatan ini. Lalu disusul dengan ujian pemecahan benda keras lainnya.
Empat orang Karateka Sabuk Coklat maju. Di tangan mereka terpegang papan setebal dua jari dengan ukuran empat segi.
Mereka membuat lingkaran disekitar Kenji.
Kenji tegak ditengah dan kembali memusatkan konsentrasi. Ketika aba-aba “Hajime” (mulai) terdengar, dengan cepat sekali tangan dan kakinya bekerja menghantam keempat papan yang diatur dan dipegang oleh keempat karateka itu.
Yang pertama adalah pukulan tangan kanan lurus ke papan yang seukuran dada. Papan tebal itu pecah dua. Gerakan berikutnya adalah menendang melingkar ke papan yang ada di sebelah kiri yang ditaruh setinggi kepala.
Papan itu kena tendang dengan bantalan dipangkal jari kaki persisi ditengah. Dan patah dua! Masih dalam gerakan yang sama, Kenji berputar menghantam papan ditangan Karateka yang ketiga. Papan itu dia hantam dengan ujung-ujung keempat jari kanannya. Persisi seperti orang menikam sesuatu.
Papan yang ditaruh setinggi dada itu anjlok! Pecah dua. Dan dengan pekikan kuat, tubuhnya melambung dan tendangan sambil melompat yang dia lakukan menghantam papan ke empat.
Papan keempat ini dipegang dengan kuat dan ditaruh jauh di atas kepala karateka yang keempat. Untuk mencapainya dengan tendangan, Kenji harus melompat terlebih dahulu.
Tapi papan itu kembali hancur dimakan kakinya.
Tak ada tepuk tangan. Ujian ini dianggap hal yang lumrah saja. Para Karateka yang puluhan jumlahnya itu yang kesemuanya bersabuk hitam, pada memandang dengan wajah tenang.
Kenji menarik nafas dan menghapus peluh.
Kini tiba gilirannya ujian Kumite bebas. Yaitu ujian perkelahian.
Karateka yang telah menempuh ujian terdahulu maju ke depan. Mereka saling berhadapan. Seorang Karatekan lain maju ke tengah. Nampaknya dia adalah salah seorang sensei (pelatih)nya.
Dia memerintahkan memberi hormat.
Kemudian memberi aba-aba untuk mulai. Mereka mencari posisi.
Saling mengintai. Tiba-tiba lawan Kenji membuka serangan dengan mengirimkan sebuah tendangan kilat ke lambung Kenji. Kenji menyilankan tangannya ke bawah. Sebuah tendangan Mae Geri ditangkis dengan tangkisan Gedan Juji Uke yang menyilang.
Namun disaat itu pula pukulan tangan kanan lawan Keji meluncur dengan cepat sekali.
“Waza ari Oui-tsuki!” instruktur itu memberi isyarat kemenangan ke arah lawan Kenji. Naruito adik Kenji menahan nafas.
Kedua orang itu saling intai lagi.
Saling maju, saling mundur, saling gertak. Suatu saat kaki kanan Kenji menyapu kaki kiri lawannya yang ada di depan. Teknik sapuan Ashi Barai yang sempurna.
Keseimbangan lawannya lenyap, tubuh lawannya miring ke kiri. Dan saat itulah pukulan kanan Kenji meluncur dengan cepat ke arah pelipis kiri lawannya.
Terdengar suara pukulan mendarat. Lawan Kenji terpekik dan tubuhnya terbanting ke lantai. Si Bungsu menarik nafas lega. Hampir saja dia bertepuk tangan. Namun di bawah sana terdengar bentakan guru besar yang duduk di depan bendera Jepang itu.
“Hansoku mate!” katanya sambil menunjuk pada Kenji. Kenji berlutut dan memberi hormat dalam-dalam. Lawannya yang tergolek dengan mulut berdarah itu digotong oleh karateka-karateka yang lain.
“Abang dihukum…” Naruito berkata perlahan.
“Dihukum..?” tanya si Bungsu kaget.
“Ya, dia melakukan kesalahan yang berat. Mencederai lawannya”
“Mencederai? Bukankah pukulannya masuk dengan telak?”
“Ya. Telak dan tak terkontrol. Itu terlarang dalam karate. Setiap karateka harus mampu mengontrol pukulannya. Kontrol pukulan sebagai simbol dari kontrol diri. Orang yang tak bisa mengontrol pukulan, tandanya tak mampu pula mengontrol diri di luaran. Orang yang begini berbahaya bila tak diawasi. Sebab di negeri ini ada peraturan, setiap pemegang sabuk hitam Karateka disamakan dengan seseorang yang memakai senjata tajam…”
Si Bungsu tak dapat mengerti keseluruhan ucapan Naruito. Dan ketika di pintu keluar dia bertemu dengan Kenji, dia lihat temannya itu tersenyum kecut.
“Saya kurang latihan….” Kenji berkata sambil menghapus peluh diwajahnya.
“Tapi engkau sanggup memecah genteng, memecah empat papan penguji, dan memukul roboh lawanmu Kenji-san” si Bungsu berkata mengerti.
“Ya, saya lulus dalam ujian memecah benda-benda keras. Tapi tak lulus dalam ujian Kumite. Kau ingat peristiwa saya dipukul penumpang di bawah kerek di kapal dulu Bungsu-san?”
Si Bungsu tentu segera saja ingat peristiwa itu.
“Ya, saya ingat, kenapa?”



@



Tikam Samurai - 177