Tikam Samurai - 181

Tapi dia akan berdusta, bahwa tangannya putus karena terjepit kendaraan bermotor. Dan kalau mereka tak percaya, dia akan ceritakan bahwa masih untung hanya kehilangan sebelah tangan. Bagaimna kalau dia kehilangan kepala?
Dalam perjalanan dengan kereta api itu, anggota Jakuza ini kembali membayangkan wajah anak muda Indonesia itu. Berwajah tampan, pendiam tapi di dalamnya seperti ada kawah berapi yang siap memuntahkan laharnya setiap saat.
Bulu tengkunya merinding bila mengingat betapa cepatnya anak muda itu mempergunakan samurai. Dia telah melihat beberapa orang Jepang yang mahir samuirai. Misalnya Kawabata, gurunya sendiri. Tapi manakah yang lebih cepat? Ah, persetan pikirnya.
Tapi orang gemuk pendek ini hanya dua hari hidup dengan tentram dikampungnya.
Hari ketiga, datang ke kampung itu empat orang lelaki. Meski dia tak kenal, tapi dari caranya, dia tahu bahwa orang ini pastilah suruhan Kawabata, anggota Jakuza dari wilayah lain.
Memang begitu aturan permainan yang berlaku dalam Jakuza. Bila seorang anggota membelot misalnya, maka yang akan membereskan si belot itu adalah anggota dari wilayah lain.
Dan si gemuk pendek ini yakin bahwa Kawabata pasti menyuruh menyudahi nyawanya.
“Hmm, gemuk. Kenapa kau pergi saja tanpa melapor pada Kawabata-san….” Yang memimpin utusan itu bicara dengan suara baritonnya.
“Si gemuk” itu hanya tersenyum. Dia yakin orang ini pasti tak begitu saja mau menyudahi nyawanya. Mereka ingin tahu lebih dahulu persoalan Hannako dan kedua temannya yang mati.
“Saya masih ada urusan lain yabg penting. Nanti saya menghadap pada Kawabata-san….” Dia menjawab.
“Sekarang saja jelaskan. Kawabata-san sedang ke Hokkaido…”
“Biar saya yang menjelaskan sendiri padanya…”
“Jelaskan pada kami….”
“Apakah kalian ingin kekerasan?” si gemuk yang bertangan pontong itu menggertak. Tapi dia salah duga. Keempat lelaki ini memang sudah diperintahkan untuk menyudahinya bila dia banyak tingkah.
Salah seorang segera saja maju memukulinya. Tapi berbareng dengan itu, si gemuk ini juga sudah siap dengan samurainya.
Begitu lelaki itu akan memukul si gemuk menghantamnya dengan samurai. Tak ampun lagi orang itu terjungkal dengan dada tembus.
Tapi itu pulalah pembelannya yang terakhir. Sebab yang tuga orang lagi segera menikamnya dengan samurai.
Tiga bilah samurai segera melumpuhkannya. Si Gemuk itu rubuh. Dai menyeringa kesakita.
“Jahanam kalian….kalian akan disudahi oleh orang Indonesia itu….percayalah, saya berdoa untuk itu…” dan dia mati.
Ketiga lelaki anggota  Jakuza itu saling pandang.
“Dia menyebut Indonesia….” Salah seorang bicara.
“Apa yang dia maksud…?”
Tak ada yang mengerti. Dan mereka lalu pergi meninggalkan rumah itu persis ketika isteri si gemuk itu pulang dari pasar bersama anaknya.
Ketika mereka naik taksi, mereka mendengar perempuan itu memekik.
Dalam kekacauan setelah perang berakhir di negeri ini, kerusuhan demi kerusuhan timbul terus hari demi hari.
Kerusuhan yang ditimbulkan oleh orang-orang yang ingin menangguk di air keruh. Untuk itu korban berjatuhan. Mereka tak peduli apakah mereka akan membunuh orang lain, ataupun saling bunuh sesama bangsanya sendiri. Yang dituju organisasi ini adalah kekayaan untuk diri pribadi mereka,.
--o0o—
Ketika perkelahian itu usai, ketika si gemuk itu melarikan diri dengan tangannya yang putus sebelah, si Bungsu menghampiri Kenji.
“Bungsu-san…engkau benar-benar luar biasa….Terimakasih, engkau kembali menyelamatkan kami…..”
“Tenanglah Kenji-san…”
“Tolong lihat bagaimana keadaan Hannako, dia…dia.. ya, Tuhan, tolonglah adikku itu Bungsu-san…”
Bungsu segera teringa Hannako. Dia tegak dan masuk ke kamar, Hannako tengah duduk di sudut pembaringan dengan kain asal membalut tubuhnya saja.
Matanya berair menatap hampa ke depan.
“Hanako-san…”
Gadis itu tersentak. Dia makin menghindar ke sudut.
“Engkau tak apa-apa Hanako…?”
“Pergi, jangan dekati aku….pergi!”
Gadis itu berteriak.



@



Tikam Samurai - 181