Tikam Samurai - 185

“Di Indonesia saya tak pernah mendengarnya. Saya hanya merasakan kekejaman tentara Jepang di negeri saya itu. Saya baru mendengar nama Jakuza di Tokyo ini. Dan saya segera melihat bahwa kelompok tuan adalah kelompok penjahat yang benar-benar tak kenal peri kemanusiaan…”
Ke 20 anggota pilihan Jakuza wilayah Tokyo itu pada menahan nafas mendengar kekuarang ajaran anak muda dari Indonesia itu. Mereka menahan nafas, karen aykin sebentar lagi anak muda ini akan disembelih oleh Tokugawa.
Namun suatu keanehan terjadi. Tokugawa justru tertawa menyeringai.
“Ya. Anda benar. Kelompok kami adalah kelompok bandit. Nah, kalau sudah mendengar bahwa kami adalah manusia yang tak berperi kemanusiaan, kenapa berani masuk kemari?’
Ucapan ini adalah semacam ancaman. Dan ke 20 anggota Jakuza itu pada diam tak bergerak.
“Saya datang mencari tuan Kawabata…” suara si Bungsu terdengar perlahan. Matanya meneliti mencari mana lelalki yang bernama Kawabata itu.
Semua mata, kecuali mata Tokugawa, pada menoleh pada seorang lelaki berdegap yang duduk persisi di depan Tokugawa. Dan si Bungsu segera mengetahui, dialah Kawabata!
Dan dengan cepat dia mengukur lelaki itu.
Dia yakin lelaki itu adalah lelaki tangguh. Tapi licik dan sadis.
Kawabata sendiri kaget mendengar bahwa dialah yang dicari anak muda ini. Dia benar-benar tak pernah mengenalnya.
“Hmm, ada perlu apa engkau mencari salah seorang pimpinancabang Jakuza anak muda?” suara Tokugawa terdengar bergema.
“Saya mempunyai perhitungan dengan dia…” kembali semua mata menatap pada Kawabata.
“Saya tak mengenal… “ Kawabata coba memutus pembicaraan, tapi tangan Tokugawa yang terangkat membuat dia terdiam.
“Teruskan anak muda. Perhitungan apa yang ada diantara kalian berdua?” suara Tokugawa terdengar lagi.
Si Bungsu segera mengerti, orang inilah pastilah pimpinan Jakuza yang disegani. Sebab semua hormat sekali padanya.
“Saya telah membunuh lima orang anak buahnya” dan kali ini tak ada yang terdiam. Suara seperti lebah terdengar berdengung. Tak kurang dari Tokugawa sendiri juga jadi kaget.
“Siapa yang kau bunuh?”
“Empat orang Jakuza yang beroperasi di terowongan bawah tanah di daerah Yotsui. Saat itu mereka mencoba dengan kasar menangkap seorang gadis bernama Hannako. Saya telah memintanya untuk melepaskan gadis itu dengan baik-baik. Tapi mereka melakukan kekerasan. Maka saya terpaksa membunuhnya”
Kawabata jadi merah mukanya. Semua yang hadir di sana jadi berpandangan. Mereka sudah lama menyelidiki siapa yang membunuh keempat Jakuza itu. Mereka selama ini yakin bahwa yang membunuh keempat anggota mereka adalah seorang samurai Jepang. Sebab luka ditubuh anggota mereka jelas bekas samurai. Mana mereka pernah berfikir bahwa ada orang asing yang melebihi kemahiran anggoat Jakuza memakai samurai.
Kini rupanya anak muda inilah yang telah membunuh anggota mereka itu. Betapa mereka takkan kaget.
“Setelah itu, mereka datang ke rumah kami di Uchibori Dori. Mereka memperkosa Hannako disana. Dan melukai kakaknya Kenji. Mereka datang bertiga. Yang satu mati ditangan Kenji. Yang satu saya yang membunuhnya, yang satu lagi saya suruh menyampaikan pesan kemari, pada Kawabata. Bahwa saya menanti Jakuza di rumah itu. Pesan itu saya suruh sampaikan dengan memotong sebelah tangannya..”
Ruangan itu benar-benar sepi seperti di kuburan,. Suara anak muda itu mengagetkan mereka. Ceritanya seperti tak bisa mereka percayai. Namun itulah yang terjadi. Mereka menatap anak muda itu dengan pandangan takjub.
Mungkinkah anak Indonesia ini sanggup melakukan seperti yang dia ceritakan?
“Apakah gadis yang kau ceritakan itu, e…siapa namanya?’
“Hanako..”
“Ya, apakah Hanako itu adalah isteri atau kekasihmu?” Suara Tokugawa terdengar lagi.
“Tidak”
“Lalu kenapa engkau membelanya?”
Si Bungsu lalu menceritakan pertemuannya dengan Hannako di terowongan di daerag Yotsui itu. Kemudian ternyata Hannako adalah adik Kenji. Teman sekapal yang telah mengajarnya bahasa dan tatacara kehidupan Jepang.
“Tapi terlepas dari masalah hubungan saya dengan Kenji, saya merasa perlakukan Kawabata atau Jakuza terhadap gadis itun sudah sangat keterlaluan. Terlalu biadab. Untuk itulah saya datang kemari. Mereka kini dicekam ketakutan di rumahnya. Mereka tak lagi punya ayah dan ibu. Setiap saat mereka merasa Jakuza yang ditakuti itu, yang bagi saya tak lain daripada bajingan busuk yang hanya berani menindas orang lemah, akan datang mencelakai mereka. Kini saya datang untuk membuat perhitungan..”



@



Tikam Samurai - 185