Tikam Samurai - 190

Kimono Kwabata di bahagian punggung belah dua! Punggungnya tersingkap dan belah mengalirkan darah! Terdengar seruan tertahan dari para anggota pimpinan Jakuza itu.
Tokugawa memandang tak berkedip. Bagaimana bisa seorang yang memegang samurai amat panjang bergulingan di lantai, kemudian menyerang? Bergulingan dengan memegang samurai itu saja sudah suatu pekerjaan yang amat berbahaya.
Salah-salah mata samurai itu bisa melukai muka atau perut ketika bergulingan. Gerak atau jurus seperti itu tak pernah dikenal oleh para samurai Jepang bahkan nenek moyang Tokugawa sendiripun!
Kawabata menyerang lagi. Tapi tiga buah sabetan cepat menantinya. Pahanya terbusai. Tangannya yang memegang samurai putus hingga siku. Dan perutnya robek!
Kawabata jatuh berlutut. Si Bungsu tegak didepannya dengan samurai telah masuk ke sarungnya! Suasana benar-benar sepi. Di luar salju turun seperti kapas. Di dalam darah mengalir seperti kran yang terbuka sumbatnya.
Ke 19 anggota Jakuza Tokyo yang ada dalam ruangan itu jadi pucat melihat kejadian tersebut. Andainya Tokugawa tak berjanji untuk melindungi Hannako, maka mereka sendiripun kini takkan mau ambil resiko mengganggu gadis itu.
Dengan anak muda yang kecepatan samurainya seperti iblis ini yang melindungi Hannako, siapa yang bakal berani mengganggu? Bah, lebih baik cari kerjaan lain daripada mendekati orang begini, pikir mereka kecut.
“Bunuhlah saya…” Kawabata berkata perlahan dengan suara yang melemah.
“Saya bukan pembunuh…” si Bungsu menjawab.
“Tetapi…engkau telah membunuh lima orang anak buah saya…” Kawabata menyanggah.
“Kematian terlalu enak buatmu Kawabata….” Si bungsu berkata lagi. Tapi tiba-tiba ucapannya terhenti. Ada angin bersuit ke arahnya.
Anak muda ini seorang yang memiliki indera yang sangat terlatih. Samurainya bekerja lagi dan membabat ke samping.
Mata samurai itu beradu dengan sebuah benda tipis yang melayang amat cepat. Benda itu terpukul dan mental lalu menancap di loteng! Sebilah samurai pendek! Semua orang menoleh pada lelaki yang melemparkan samurai gelap itu.
Dan dia adalah Tokugawa!
Si Bungsu juga menghadap padanya. Tokugawa tersenyum.
“Sempurna! Seorang samurai yang sempurna. Memiliki kecepatan dan ketajaman penglihatan. Memiliki ketajaman firasat. Engkau adalah seorang samurai yang sempurna yang pernah ditemui Tokugawa, anak muda. Kecuali gerak kakimu yang tak bisa kami mengerti, maka engkau memang seorang hebat…” Tokugawa berkata dengan nada jujur.
Dan sementara itu, Kawabata terjatuh di lantai. Dia mengerang. Mengelupur. Orang jadi ngeri melihat lelaki itu mengakhiri nyawanya. Sangat sakit dan menggenaskan.
Tangan Tokugawa bergerak lagi. Kali ini sebilah samurai kecil, tak lebih dari sejengkal, melayang dari tangannya. Samurai itu menancap persis di jantung Kawabata. Kawabata mati saat itu. Berakhirlah penderitaannya.
Gedung tua itu sepi. Tak ada yang bergerak. Si Bungsu yang tegak dengan kaki terpentang dekat mayat Kawabata juga teka diam.
Ketika dia merasa sudah cuku, maka dia menarik nafas panjang. Dan bernafas biasa kembali.
“Sudah saatnya saya pergi. Terimakasih saya yang tak tehingga pada Tokugawa….” Berkata begini dia membungkuk memberi hormat pada lelaki tua gagah itu.
Lelaki itu membalas penghomatannya. Kemudian si Bungsu melangkah keluar. Di luar, angin dingin dan salju yang turun seperti kapas, menyambutnya.
Dia melangkah melintasi taman Shinjuku yang seperti lapangan kapas itu. Di rumah besar itu, Tokugawa dan 19 anggota pimpinan Jakuza lainnya menatap kepergiannya dengan diam.
Dia sampai ke depan rumah ketika hari telah sore. Hannako berlari ke depan begitu dia muncul.
“Bungsu-san, kami khawatir engkau tak kembali…”
“Saya sudah kembali bukan? Nah, bagaimana Kenji-san?’
“Dia sudah agak baik. Kini tengah melatih diri. Jakuza suatu saat, cepat atau lambat pasti datang lagi kemari. Dan Kenji-san tak mau engkau sendiri yang menghadapinya…”
Si Bungsu masuk. Dia melihat Kenji tengah melatih tangan kananya yang luka. Kenji terus melakukan gerakkan-gerakan Karate. Begitu dia melihat Bungsu masuk, dia menghentikan latihannya.
“Kamim khawatir engkau pergi terlalu lama Bungsu-san. Negeri ini sangat buas terhadap orang-orang asing” Bungsu tersenyum. Dia mengeluarkan bungkusan kain putih itu.
Memberikannya pada Kenji yang menatapnya dengan heran.
“Apa ini Bungsu-san…?
“Bukalah. Hadiah untuk engkau dan Hannako..”
Kenji membuka kain itu. Dan tiba-tiba matanya terbelalak melihat kelingking yang putus itu. Hannako menjerit kecil.



@



Tikam Samurai - 190