Tikam Samurai - 194

“Itulah yang terjadi tuan Tokugawa . saya mohon tuan bisa membantunya keluar dari tahanan. Kalau tidak, hukuman mati menantinya di sana…”
“Maafkan saya Kenji-san. Kalau yang menangkap Bungsu-san adalah Polisi Jepang, maka saya bisa menjamin untuk mengeluarkannya. Tapi yang menahannya adalah tentara Amerika. Kami tak bisa berbuat apa-apa. Maafkan kami….”
Kenji berlutut lantai. Membungkuk memberi hormat.
“Tolonglah dia tuan. Dia membunuh tentara Amerika itu karena ingin menolong seorang gadis Jepang yang tak dia ketahui siapa orangnya. Tentara itu akan menodai gadis itu. Pemilik penginapan Asakusa itu sendiri orang Jepang, tapi dia tak berniat menolong gadis Jepang malang itu. Malah dialah yang memberi tempat untuk menodai gadis itu. Bungsu-san lah justru yang turun tangan menolongnya.
Orang asing yang tak punya kepentingan apa-apa dengan negeri kita, bersedia mempertaruhkan nyawanya untuk membela seorang gadis yang tak dia kenal. Apakah kita tak patut membantu orang yang begini?”
“Engkau benar Kenji-san. Tapi percayalah, melawan tentara Amerika berarti punahnya organisasi kami. Kami tak bisa berbuat apa-apa…”
Sekali lagi Kenji bersujud dilantai dan memohon:
“Maafkan saya kalau terlalu menyusahkan Tokugawa. Tapi, kami ikhlas Tokugawa mencabut perlindungannya pada kami adik beradik asalkan Tokugawa mau membebaskan Bungsu-san. Tolonglah dia….”
Tokugawa dan ketiga pimpinan Jakuza yang ada disana jadi tertegun mendengar permohonan ini. Tokugawa tak hanya tertegun. Tapi hatinya jadi sangat terharu melihat kesetia-kawanan Kenji adik beradik dengan orang Indoensia ini.
Mereka bersedia tidak dilindungi. Artinya bersedia diganggu dan dianiaya oleh Jakuza atau kelompok lain asal dapat membantu sahabatnya.
Kepala penjahat ini benar-benar diberi pelajaran tentang setia-kawan dan rasa saling menyayang sesama makhluk.
“Bangkitlah anak muda. Rupanya dunia semakin tua. Kesetiaan kalian bersahabat sangat mengharukan hati saya. Pertama saya mendapatkan betapa Bungsu-san, seorang asing mau mengorbankan dirinya bertarung dengan orang-orang Jakuza untuk menyelamatkan kalian. Kini engkau datang, rela untuk tak dilindungi asal sahabatmu itu dibebaskan. Ah, kami selama ini tak pernah berpikir tentang adanya persahabatan yang demikian mulia. Yang tak memandang suku dan bangsa. Yang rela mengorbankan nyawa demi membela sahabat…. Kami selama ini hanya berfikir, bahwa persahabatan hanya diikat atas dasar laba rugi.
Baiklah, saya mendapat suatu pelajaran yang sangat berharga. Pulanglah, sampaikan pada adik-adikmu, bahwa Tokugawa bersumpah akan membebaskan Bungsu-san…”
Kenji bersujud di lantai. Lama sekali. Tubuhnya terguncang menahan tangis.
“Domo arigato gozaimasu. Domo arigato…. Terimakasih banyak tuan Tokugawa….terimakasih banyak…” suaranya tersendat dalam sujud itu.
Tokugawa memegang bahunya. Membawanya bangkit.
“Tenanglah, tak ada yang tak bisa kita atur. Kenapa kita harus takut pada Amerika di negeri kita ini? Ini negeri kita bukan? Tenanglah nak…”
Kenji diantar pulang dengan sedan milik Tokugawa. Dia menceritakan janji Tokugawa pada Hannako. Siang itu juga mereka lalu pergi ke candi Gokokuji. Sebuah candi jauh dipinggir kota. Mereka sembahyang bersyukur dan memohonkan keselamatan si Bungsu.
Tokugawa memang seorang lelaki turunan Samurai yang memegang teguh janjinya. Begitu Kenji meninggalkan kantornya, dia mengangkat telepon di mejanya.
“Coba selidiki sebab musabab seorang lelaki Indonesia bernama Bungsu yang ditangkap Polisi Militer Amerika dua hari yang lalu…”
Dia bicara di telepon itu. Tak diketahui pada siapa dan kemana dia bicara. Tapi Jakuza mempunyai jaringan hampir di seluruh kantor di Tokyo.
Dua hari kemudian, laporan itu masuk. Tokugawa membacanya. Mengerutkan kening. Dari kantornya yang tinggi itu dia menatap keluar melewati jendela kaca. Memandang kesibukan kota yang bergerak di bawah sana.
Lama dia memandang keluar. Nampak bahwa dalam pikirannya bergulat pertarungan yang luar biasa. Meski wajahnya tetap kelihatan tenang, namun matanya tak demikian.
Akhirnya dia berjalan kembali ke meja besarnya di sudut ruangan. Menekan sebuah tombol. Tak selang berapa detik., dinding di sebelah kanannya terbuka. Nampaknya dinding itu semacam pintu rahasia.
Seorang lelaki bertubuh sedang berwajah tampan muncul dan membungkuk memberi hormat.
“Kawasaki…” katanya perlahan.
“Hai….” Jawab lelaki itu.
Tokugawa menarik laci mejanya. Mengeluarkan sebuah kotak kecil sepanjang dua jengkal berwarna merah.
Menyerahkan pada lelaki tampan itu.
Lelaki itu membungkuk lagi memberi hormat. Kemudian menghilang ke balik dinding rahasia tadi. Dinding itu menutup kembali. Persis seperti tadi. Disana tergantung sebuah lukisan candi besar. Tak ada tanda-tanda bahwa sebenarnya ruang Tokugawa itu dihubungkan oleh pintu rahasia ke empat jurusan



@



Tikam Samurai - 194