Tikam Samurai - 197

“Pembelaan terhadap terdakwa tak bisa diakui secara hukum. Terdakwa bukan warganegara jepang. Dan pembunuhan terhadap tentara Amerika yang sedang bertugas haruslah diadili oleh mahkamah perang”
Demikian oditur militer Amerika menuntut pembatalan persidangan secara terbuka ini.
Ruang sidang itu sendiri penuh sesak. Ada sekitar lima ratus orang hadir. Terdiri dari tentara Amerika dan penduduk sipil Jepang.
Yamada, pembela dan ahli hukum terkenal itu segera bangkit.
“Terdakwa memang bukan orang Jepang. Tapi di membunuh tentara Amerika karena membela seorang warganegara Jepang. Maka selayaknyalah kami orang Jepang membelanya”
Ucapannya mendapat tepuk tangan yang gemuruh dari pengunjung yang penduduk Jepang.
“Meski demikian, dia membunuh 2 tentara Amerika yang sedang bertugas….”
“Apa tugasnya? Memperkosa seorang gadis Jepang?” potong Yamada. Tepuk tangan gemuruh lagi. Muka oditur Militer yang berpangkat Mayor itu jadi merah.
“Tak ada bukti yang menguatkan bahwa kedua tentara itu akan memperkosa seorang gadis Jepang. Mana buktinya. Buktinya haruslah gadis yang akan diperkosa itu sendiri….kami minta gadis itu diajukan sebagai saksi!”
Yamada benar-benar jadi terdiam. Semua isi pengadilan itu juga terdiam. Inilah kartu mati bagi Yamada. Dalam sebulan ini dia telah berusaha mencari tahu siapa gadis yang ditolong di hotel Asakusa. Namun usahanya sia-sia.
Gadis itu tak pernah ditemui. Dan kini, kelemahannya itu dijadikan sebagai truf oleh Oditur untuk membatalkan persidangan ini.
Pemilik penginapan yang diajukan sebagai saksi, hanya mengatakan bahwa kedua tentara itu datang membawa dua gadis. Sebenarnya mereka bertiga. Dan setelah mereka masuk kamar, dia tak tahu lagi apa yang terjadi. Dia hanya mendengar serentetan tembakan dan ketika dia muncul di kamar itu, kedua tentara itu telah mati.
Orang Indonesia yang menginap disana sudah lenyap entah kemana. Itulah kesaksian yang bisa dia berikan. Dia tak mengenal siapa gadis yang dibawa letnan Amerika itu.
Yamada sudah menyangka bahwa dia akan menghadapi kesulitan ini. Namun Tokugawa yang berdiri dibalik pembelaan terhadap si Bungsu ini, membayarnya amat tinggi untuk membela anak muda tersebut.
“Bela dia sampai bebas. Sekurang-kurangnya hanya dihukum setahun dua. Tentang biaya jangan tuan pikirkan. Saya yang menjamin….” Kata Tokugawa.
Persidangan diundur untuk memberi kesempatan pada Yamada mencari saksi. Tokugawa tak berani memasang iklan untuk memanggil gadis itu.
Pihak lain bisa saja menjegal gadis tersebut di perjalanan. Terutama pihak Amerika yang ingin persidangan itu dilakukan secara Militer.
Tokugawa menyebar mata-matanya ke seluruh pelosok untuk mencari gadis itu. Ciri-cirinya ditanyakan pada si Bungsu dan pemilik penginapan. Si Bungsu teringat, bahwa sebelum lama berdarah itu dia pernah bertemu dengan gadis itu di daerah Ginza.
Maka Tokugawa menyapu seluruh toko, kantor, tempat-tempat mandi uap dan rumah-rumah pelacuran atau rumah-rumah pribadi dalam usaha mencari gadis tersebut.
Tapi mencari seorang gadis cantik di Tokyo dengan ciri-ciri yang samar-samar alangkah sulitnya. Di Tokyo ada ratusan ribu gadis cantik. Dan hampir semua punya ciri tubuh seperti gadis yang dikatakan si Bungsu. Bagaimana menandainya?
Sepekan setelah itu persidangan dibuka lagi.
“Kami berpendapat, percuma sidang ini diadakan kalau tak ada saksi utama. Tak ada yang melihat atau mendengar bahwa ada perkosaan kecuali tertuduh. Dan tertuduh tak bisa diminta keterangannya sebagai saksi. Hukuman mati patut dijatuhkan padanya…” Oditur Militer itu berkata tegas setelah bertegang urat leher  dengan Yamada.
Yamada bangkit. Dia memandang keliling. Kemudian memandang pada Hakim Militer yang mengadili perkara ini.
“Amerika sudah cukup banyak membunuh orang di negeri ini. Hitunglah yang mati di kancah peperangan. Terakhir hitung pula mereka yang mati tanpa dosa di Hiroshima dan Nagasaki. Dimakan Bom Atom laknat itu. Apakah kalian masih akan menambah angka kematian itu lagi?”
Tubuh Yamada sampai menggigil mengucapkan kalimat ini.  Dia mengucapkan itu memang dengan penuh kebencian. Tapi juga dengan penuh tantangan. Dia bisa diseret sebagai menghina tentara Amerika!
Beberapa pejabat kota Tokyo pada duduk dengan pucat. Meskipun yang diucapkan pembela itu adalah isi hati mereka, namun mereka menilai Yamada terlalu berani dengan ucapannya ini.
Ruangan pengadilan itu jadi sepi.
Semua pada terdiam dan gugup. Yamada sendiri tetap tegak ditempatnya yang mirip api yang membakar sumbu dinamit. Yang bisa meledakkan seluruh Jepang dalam peperangan yang lebih dahsyat.
Seperti dikatakan, hampir seluruh balatentara Jepang tak menghendaki menyerah pada sekutu. Semua mereka siap untuk berperang sampai tetes darah terakhir. Itulah kenapa ribuan di antara mereka yang memilih mati bunuh diri dengan harakiri ketika Tennoheika tetap menyuruh mereka menyerah.



@



Tikam Samurai - 197