Tikam Samurai - 198

Dan kini, masalah bom atom di Nagasaki dan Hiroshima itu merupakan sesuatu yang tak pernah dibicarakan orang. Sesuatu yang amat sensitif.
Akhirnya Hakim menarik nafas. Menjilat bibirnya. Kemudian bicara, suaranya terdengar tenang berwibawa:
“Anda benar tuan Yamada. Kami tak dapat lagi untuk menambah korban. Oleh karena itu peperangan harus dihentikan. Pengadilan ini akan berjalan terus. Tak ada korban yang boleh jatuh dengan sia-saia. Kedua tentara Amerika itu menurut file pemeriksaan sebelum tuan jadi pembela, membuktikan bahwa mereka memang membawa gadis ke penginapan itu.
Saya undurkan sidang ini 15 hari untuk memberi kesempatan pada anda tuan untuk mencari saksi utama itu. Saya juga akan memerintahkan Polisi Militer Amerika untuk mencari gadis itu. Demi kemurnian hukum”
Dan dia mengetukkan palunya. Semua pengunjung di pengadilan bertepuk menyambut putusan Hakim yang luar biasa itu. Yamada sendiri sampai berpeluh karena tak yakin akan putusan itu.
Orang-orang pada berdatangan memberi salam padanya. Rasa simpati makin hari makin mengalir pada si Bungsu. Orang jadi tahu, bahwa pemuda asing dari negeri bekas jajahan Jepang ini diadili karena membela seorang gadis Jepang. Dan terungkap pula, pemuda itu juga telah menyambung nyawanya melawan komplotan Jakuza dalam membela Hannako dan saudara-saudaranya.
Sebuah badan sosial mengumpulkan dana untuk membiayai pembelaan si Bungsu. semuanya berjalan tanpa diketahui oleh anak muda itu. Dia tetap berada dalam kamar tahanannya. Dan sama sekali tak terpengaruh oleh jalannya sidang.
Baginya, bebas ya syukur. Dengan demikian bisa melanjutkan pencariannya terhadap saburo Matsuyama. Perwira Jepang yang membunuh keluarganya.
Kalau tak bebas dan dihukum kamti, dia juga tak keberatan. Dia sudah pasrah pada Tuha. Apakah lagi yang paling pokok dalam kehidupan ini selain daripada pasrah pada kehendak Tuhan?
Orang yang telah berusaha, kemudian memasrahkan dirinya pada kehendak Tuhan YME, adalah orang yang paling bahagia. Tenteram dan tenang hidupnya. Kebahagiaan, ketenteraman dan ketenangan hidup tidak terletak pada harta atau kekayaan. Tapi terletak pada hati.
Itulah yang dilakukan si Bungsu. Memasrahkan dirinya pada kehendak Yang Satu!
--o0o--
Yamada tengah mempelajari berkas perkara  itu di kantornya di daerah Ginza ketika tiga orang berpakaian parlente masuk.
“Kami dari Yayasan Universitas Tokyo. Ingin menyumbangkan pada tuan sedikit uang untuk membiayai pembelaan terhadap si Bungsu…” kata salah seorang diantara mereka.
Yamada menatap mereka. Pengacara terkenal dan termahal bayarannya ini kemudian tersenyum.
“Terimakasih. Semula saya memang menerima bayaran dari seseorang untuk membela pemuda itu. Tapi, semakinsaya pelajari kasus ini, semakin saya malu pada diri saya. Kenapa saya harus menerima bayaran untuk membela orang ini?
Yang saya bela ini bukan seorang Indonesia. Lebih dari itu. Yang sedang diadili ini adalah harga diri dan moral orang Jepang.
Selama bertahun-tahun di negeri ini, terjadi erosi terhadap harga diri. Terjadi erosi terhadap moral bangsa. Selama perang dunia berakhir, di negeri ini kota-kota berobah jadi neraka bagi penduduk.
Kita tak lagi terharu melihat orang-orang yang teraniaya. Kita tak lagi prihatin mendengar berita perkosaan terhadap perempuan-perempuan kita. Kita tak lagi peduli terhadap penderitaaan orang lain.
Padahal sebelum tentara Amerika menduduki negeri kita ini, kita terkenal sebagai bangsa yang berbudi halus. Terkenal sebagai masyarakat yang paling homogen di dunia.
Kita cepat menaruh perhatian dan membantu penderitaan orang lain. Kini kemana semuanya itu? Kita kini saling menyelamatkan diri sendiri. Kita malah menjauh dari penderitaan orang lain. Takut kalau-kalau kita terserang pula oleh penderitaan itu.
Tiba-tiba seorang anak muda entah dari mana, entah siapa dia, datang kemari. Dia datang dari negeri yang pernah dijajah dan dirobek-robek oleh balatentara yang kita banggakan.
Dia datang dari negeri yang dimana ratusan ribu rakyat mati menjadi romusha. Kerja paksa di hutan belantara. Dia datang dari negeri dimana balatentara Kemaharajaan Jepang pernah melakukan pembantaian-pembantaian yang tak berperikemanusian.
Dari sanalah dia datang. Dan untuk kalian ketahui, secara kejiwaan saya dapat menebak, anak muda ini datang kemari dengan membawa dendam yang dahsyat.
Dia mencari seseorang di negeri ini. Seseorang dari bangsa kita. Yang barangkali pernah membunuh sanak keluarganya. Dia datang untuk membalas dendam.
Tapi takkala dia tiba di negeri ini, di saat dia sebenarnya bisa membiarkan gadis di penginapan Asakusa itu ternoda oleh tentara Amerika. Atau di saat seorang gadis lain bernama Hannako dan saudara-saudaranya terancam dibunuh oleh Jakuza. Dia bisa saja membiarkannya. Apa guna dia ikut campur? Dia tak kenal dengan mereka.



@



Tikam Samurai - 198