Tikam Samurai - 215

Pertanyaan itu saja sudah membuat kaget sluruh pendeta yang ada disana.
Michiko yang juga kaget luar biasa atas percakapan itu melangkah, dan tegak tiga depa di belakang si Bungsu.
“Maafkan, terlalu lama zaman saya lalui. Sehingga saya tak bisa mengingat semua teman dan kenalan…” suar Obosan itu terdengar lagi.
Si Bungsu membuka kimononya. Dan pinggang ke atas tiba-tiba terbuka.
Michiko yang ada di belakang terpekik melihat beberapa sayatan memanjang di punggung anak muda itu. Sementara yang tegak di depannya yaitu para pendeta itu, juga tertegun melihat bekas-bekas sayatan di dada anak muda asing ini.
Si Bungsu membelakang. Memperlihatkan punggungnya pada Saburo.
“Suatu hari di Minangkabau, di desa Situjuh Ladang Laweh, di kaki Gunung Sago Kabupaten 50 Kota, anda membunuh seorang lelaki bernama Datuk Berbangsa. Membunuh isterinya. Memperkosa anak gadisnya. Dan melukai anak lelakinya.
Mereka adalah ayah, ibu dan kakakku! Dan anak lelaki yang engkau kira mati oleh samuraimu itu, kini ada dihadapnmu!”
Kalau saja ada petir menyambar, barangkali kepala pendeta itu, terlebih lagi para pendeta dan Michiko, mungkinn takkan terkejut mendengarnya.
Namun ucapan anak muda ini melebihi seribu petir di pagi itu. Michiko terpekik!
“Ayaah….!” Katanya. Dan dia jatuh berlutut di atas lantai!
Si Bungsu kaget dan menoleh ke belakang. Obosan itu juga kaget. Dan barulah kini dia melihat bahwa di belakang anak muda itu ada Michiko, anaknya!
“Michiko…..”
Kepala pendeta yang tak lain dari Saburo Matsuyama itu berseru. Suaranya terdengar getir. Dan di ujung sana, Michiko terduduk, dia menangis.
Saburo jelas sekali terpukul bathinnya. Bertahun-tahun dia menyembunyikan diri dari kekejamannya selama perang. Dia selalu bercerita yang baik-baik pada anak gadisnya.
“Kenapa ayah berhenti jadi tentara?” begitu Michiko bertanya ketika dia pulang setelah dipecat dari dinas ketentaraan oleh Jenderal Fujiyama di Bukittinggi dulu.
“Perang sangat kejam nak. Ayah tak bisa membunuh orang terus-terusan. Ayah berhenti di Filipina…” katanya berbohong.
Ya, dia hanya setahun di Indonesia. Dia tak ingin pengalaman pahitnya di Indonesia diungkit. Dia mengatakan pada anaknya bahwa dia hanya bertugas di Filipina.
Dan Saburo Matsuyama ternyata memang menyesali segala perbuatannya selama perang. Dia memtutuskan untuk jadi pendeta.
Siapa nyana… ternyata ada orang yang mencarinya kembali untuk urusan balas dendam.
Yang tak kalah kagetnya adalah si Bungsu. dia heran kepada siapa Michiko memanggil ayah tadi? Dan begitu Saburo menyebut Michiko… maka tahulah dia, ayah si gadis itu adalah Saburo! Ya Tuhan, alangkah banyaknya hal yang tak bisa terduga oleh manusia!
Dan tiba-tiba saja semua dikejutkan oleh perbuatan Michiko. Tangan gadis itu cepat menjangkau ke dalam keranjang kecil yang dia bawa. Dari dalamnya dia menghunus sebilah samurai kecil.
Dan samurai itu dia hunjamkan ke jantungnya!!
 “Michikooooooo!” Saburo Matsuyama berteriak histeris melihat kenekatan anaknya itu.
Namun suatu keajaiban terjadi. Sebenarnya bukan keajaiban. Tapi suatu kecepatan yang luar biasa.
Si Bungsu yang tegak tiga depa dari Michiko. Adalah orang pertama yang dapat melihat gerak tangan gadis itu. Dia melihat sesuatu yang mengkilap di tangannya yang ke luar dari keranjang kecil itu.
Dan tangan gadis itu menghujamkan ke dadanya. Nalurinya yang amat sensitif, yang dia bawa dari Gunung Sago, segera mengirimkan isyarat bahaya.
Dan dengan gerak yang hanya berdasarkan nalurinya saja, samurainya tersebut, dan dalam sebuah gulingan di lantai, dalam jurus Lompat Tupai, samurainya bekerja.
Samurai kecil di tangan Michiko kena dihantam samurainya. Samurai kecil itu terpental. Menancap di loteng kuil!
Michiko kaget. Semua pendeta juga kaget melihat kecepatan anak muda ini.
Michiko menatap si Bungsu. dan tiba-tiba dia memeluk anak muda itu!.
”Bungsu-san…..kenapa harus jadi begini?” isaknya.
Sementara itu Saburo sampai di sana.
“Michiko-san….” Katanya perlahan.
Gadis itu menoleh pada ayahnya. Dan tiba-tiba dia berlari ke pelukan si ayah.
“Ayah, dialah pemuda yang kuceritakan itu. Dialah yang dua kali menyelamatkan nyawaku. Dialah yang…..yang…oh Tuhan….oh Tuhan….mengapa harus jadi begini. Biarlah aku mati…..biarlah aku mati ayah…..”
Gadis itu hampir-hampir histeris!
Saburo jadi kaget mendengar ucapan anaknya. Para pendeta yang semuanya juga telah mendengar cerita itu dari Saburo, juga jadi kaget.
Saburo menatap si Bungsu. kedua musuh berbuyutan ini saling pandang.
Dan kedua sama-sama terkejutnya mendapatkan kenyataan ini. Betapa tidak, si Bungsu yang telah menolong Michiko sejak dari Tokyo, telah begitu akrab dengan gadis itu, yang secara jujur harus dia akui bahwa dia jatuh hati padanya. Ternyata gadis itu adalah anak musuh besarnya.



@



Tikam Samurai - 215