Tikam Samurai - 239

Dia sudah banyak mengenal jenis racun ketika berada di Gunung Sago. Tapi dia tak mengetahui racun apa yang dipakai Zato Ichi kali ini. Dan dia pasti takkan sempat membuat obat untuk memunahkan serangan racun ini. Sudah terlambat!
Dia tegak di pintu. Dia ingin bersandiwara. Ingin pura-pura jatuh. Zato Ichi tentu masuk. Dan saat dia muncul dipintu, akan dia hantam dengan samurai!
Namun dia bukan seorang pengecut. Hatinya memprotes sikap demikian. Tidak, dia harus menghadapi lelaki itu secara jantan. Namun engkau telah dianiaya. Dia tak jujur. Bikin apa dihadapi secara jujur pula, bantah pikiran panasnya.
Biar dia tak jujur. Tapi ketidakjujuran buat apa dibalas dengan ketidak jujuran pula? Hanya kaum pengecut yang membalas ketidakjujuran dengan ketidakjujuran, bisik hati jernihnya. Dan dengan sikap demikian, dia melangkah ke luar.
Angin dingin menyambutnya. Dan di luar enam depa di depan rumah itu, di atas kursi batu tadi, Zato Ichi duduk meniup sulingnya! Amat tenang!
Dia muntah darah lagi!
“Zato Ichi!” bentaknya dengan keras mengatasi rasa panas dan denyut jantungnya yang alangkah pedihnya! Zato Ichi terhenti. Ada sesuatu yang tak beres dalam nada suara si Bungsu itu.
Dia tak menoleh, tapi mengarahkan telinga kanannya ke arah pintu rumah dimana si Bungsu tegak.
“Bungsu-san…!” katanya heran.
“Ya, saya disini Ichi-san! Saya telah minum obatmu. Tapi saya belum mampus. Saya bukan seorang pengecut seperti engkau! Kini cabut samuraimu!”
Berkata begini si Bungsu melangkah. Dia hampir rubuh. Namun dia yakin bisa melawan Zato Ichi. Dan itu harus dia lakukan demi kejahanaman yang dilakukan Zato Ichi padanya.
Zato Ichi wajahnya tiba-tiba jadi mengeras. Kelihatan dia jadi tegang. Dia menyisipkan sulingnya kepinggang. Kemudian mengambil samurai yang dia letakkan disisinya.
Lalu dengan wajah keras sekali, dia melangkah dengan pasti ke arah si Bungsu! si Bungsu memperhatikan bahu dan tangan si buta itu.
“Jahanam! Benar-benar jahanam busuk!” Zato Ichi menyumpah dengan wajah yang tiba-tiba berobah bengis!
“Kau lah yang jahanam busuk Zato Ichi! Tak kusangka engkau pahlawan rakyat Jepang memiliki hati sebusuk engkau! Kenapa tak kau tantang saja aku berkelahi secara jantan. Kenapa kau pilih memasukkan racun keminuman yang kau katakan obat itu? Begitukah sikap satria dan samurai sejati yang tadi kau katakan?”
Si Bungsu terhenti bicara. Dia sudah demikian lemah. Zato Ichi tegak sedepa didepannya. Tegak dengan kaki terpentang dan sikap yang kaku serta wajah yang amat membiaskan amarah!
Dan kalau biasanya si Bungsu menanti orang lain yang menyerang, kali ini tidak. Kini dialah yang membuka serangan! Dia mencabut samurainya secepat yang bisa dia lakukan. Dan dengan sisa tenaganya dia menghayunkan samurai panjang itu kearah Zato Ichi!
Namun gerakannya hanya sampai separoh jalan. Tenaganya lenyap. Dan dia rubuh ke lantai batu dengan mulut kembali menyemburkan darah segar! Dia rubuh dengan tangan tetap menggenggam samurai!Setengan depa dari kepalanya, Zato Ichi pendekar samurai Jepang yang tersohor itu tegak dengan kaku!
Wajahnya tetap saja menggambarkan kemarahan yang luar biasa.
“Benar-benar jahanam yang tak tahu budi, telah diampuni nyawanya, masih saja berlaku kotor!” suara pahlawan samurai itu terdengar penuh kebencian.
“Heh…he..heh…!!” suara tawa terdengar menyahuti ucapan Zato Ichi. Dan seiring dengar tawa itu, tiga orang lelaki segera saja muncul dari balik pohon sepuluh depa dari pondok itu.
Dan mereka adalah anggota Kumagaigumi. Di antara yang bertiga itu, seorang diantaranya ternyata yang memimpin serangan terhadap si Bungsu pagi tadi!
Kini dia muncul lagi dengan dua temannya yang lain. Yang nampaknya jauh lebih andal dari dirinya. Kalau tidak, mana berani dia datang kemari.
“Heh-heh….Ichi-san. Antara kita sebenarnya ada persoalan hutang nyawa. Kau telah membunuh tiga anggota kami di hotel empat hari yang lalu. Tapi biarlah, yang mati tak mungkin hidup lagi. Kini kami hanya ingin membunuh orang Indonesia ini. Dia sudah terlalu banyak membuat susah kita. Orang asing yang sok jago dengan senjata tradisionil kita. Nah, kami datang selain untuk melihat kematiannya, juga mengambil samurai yang kami tinggalkan tadi pagi….”
Wajah Zato Ichi jadi merah padam.
“Kalian yang memasukkan racun ke dalam obat yang diminum Bungsu-san…” suaranya terdengar bergetar menahan marah yang dahsyat.
“Ah, tak usah dipikirkan benar Ichi-san. Kami hanya sekedar memberi bubuk penyedap ke dalam obatmu yang kurang sedap itu. Sebetulnya kami ingin meminta persetujuanmu. Membawamu ikut serta dalam membunuh lelaki jahanam itu. Bukankah engkau juga menghendaki kematiannya? Bukankah engkau harus menuntut balas atas kematian Saburo Matsuyama, orang yang telah menolongmu 20 tahun yang lalu?



@



Tikam Samurai - 239