Namun usahanya itu alangkah sulitnya dia lakukan. Darah melelh di sela batang samurai kecil itu. Akhirnya yang mampu dia lakukan adalah jatuh. Belum mati. Yang sudah mati adalah si Inggris yang memegang pistol otomatik itu. Ujung samurai kecil itu menyembul sedikit di tengkuknya. Dia merasakan nafasnya sesak. Jantungnya sperti akan pecah. Dia mengangkat pistol. Berusaha menarik pelatuknya.
Namun itulah usahanya yang terakhir. Pelatuk pistol itu tak pernah mampu di tarik. Yang tertarik justru pelatuk nyawanya. Dan nyawanya melompat ke luar dari tubuhnya yang laknat itu. Nyawanya melayang justru ketika tubuhnya masih tegak.
Dan tubuh yang tak bernyawa itu, jatuh dengan bunyi bergedubrak ke atas tubuh Cina gemuk yang tadi ketika mereka masih sama-sama hidup adalah anak buahnya. Kini setelah mereka mati, maka tak ada perbedaan mana yang bos dan mana yang buruh. Ketika sudah mati, yang buruh dan yang majikan jasadnya sama-sama jadi bangkai!
Si Belanda itu masih mengejang-ngejang ketika bosnya sudah mati. Tubuhnya meregang-regang. Suaranya gemuruh seperti kerbau disembelih. Lalu tiba-tiba diam. Matanya memandang pada si Bungsu dan juga sekaligus memandang pada bosnya. Kenapa bisa begitu? Memang begitulah, karena matanya jadi juling!
Si Bungsu juga jatuh terduduk. Darah sudah cukup banyak mengalir dari dua luka di paha dan di lengan kanannya.
Dia terduduk dengan lemah. Matanya memandang ke meja. Ada surat kabar dan ada majalah dengan gambar wanita-wanita telanjang. Dan ada dokumen yang tadi dirampas oleh Cina gendut itu darinya di hotel Sam kok.
Dia bangkit dengan susah payah. Untung saja di rumah ini hanya empat orang itu saja yang ada. Kalau ada seorang lagi, maka tamatlah riwayatnya. Bagaimana dia akan melawan dengan tubuh luka demikian?
Dia lalu memunguti dokumen itu. Memasukkan ke balik baju di sebelah kiri. Kemudian mengitari kamar-kamar di rumah itu dalam usahanya mencari kotak obat-obatan. Dan kotak obat itu dia temukan di ruang makan. Dia buka tutupnya. Mengambil sejenis alkohol. Menyiramkannya ke kapas. Lalu dia merobek kaki celana dan lengan bajunya di tentang luka tertembak tadi. Untung kedua peluru itu menembus langsung kaki dan tangannya. Dengan demikian dia tak begitu menderita.
Yodium itu dihapuskan ke lukanya. Pedihnya bukan main. Namun dengan teguh dia bersihkan terus. Setelah itu dia mengambil sejenis obat lalu membalutkan ke lukanya. Dia masih belum pergi dari rumah itu. Sidik jarinya bertebaran di rumah ini. Polisi Singapura bisa dengan mudah membekuknya dengan alasan pembunuhan. Sebab sidik jarinya diambil ketika dia mula pertama mendarat di lapangan udara.
Pembunuhan anggota sindikat itu di rumah Nurdin yang terletak di jalan Brash Basah memang tak diusut sebagai sebuah pembunuhan. Karena pihak Konsulat Indonesia melakukan protes dan menyatakan sindikat-sindikat itu datang dengan niat merampok.
Maka untuk menghilangkan jejak, si Bungsu lalu mengambil derigen minyak yang dia temukan di garasi. Lalu dia siramkan ke luruh ruangan.
Nah, kini tinggal mengambil korek api. Dan benda itu ada di atas meja. Dekat majalah dengan gambar perempuan telanjang. Dia mengambil korek api. Lalu membakar majalah dan koran di meja itu. Api menyala. Koran dan majalah itu dia lemparkan ke minyak yang tadi telah dia siramkan. Dan api segera menjilat dan membakar keseluruhan ruangan.
Si Bungsu masih menanti beberapa saat. Kemudian setelah yakin rumah itu bakal dilahap api seluruhnya, dia lalu berjalan keluar dengan tenang. Membuka pintu pagar. Kemudian dia masih harus berjalan beberapa ratus meter baru sampai di jalan Gagak Selari Timur. Di jalan itu baru ada taksi lewat. Dia menyetop taksi. Kemudian kembali ke hotelnya.
Gadis Cina akan pemilik hotel Sam Kok di daerah Anting itu kaget melihat dia muncul. Dari kaget wajahnya berobah sangat gembira. Dia lantas meninggalkan buku dan tamunya yang akan menginap. Berjalan bergegas ke arah si Bungsu. tamunya dua orang dari Australia, menganga saja ditinggalkan gadis itu.
“Hei, kami bagaimana, ada kamar atau tidak..” kedua orang Australia itu berseru. Tanpa menoleh gadis cantik dengan lesung pipit di kedua pipinya itu balas pula berseru:
“A Bun! Layani orang itu…”
Dari belakang muncul seorang lelaki Cina yang lain. Dialah A Bun yang di panggil gadis itu.
“Tuan ingin menginap disini?” tanya A Bun. Tapi kedua orang Australia itu masih memandang pada gadis cantik yang telah meninggalkannya itu.
“Itu suaminya?” salah seorang bertanya sambil memonyongkan mulutnya ke arah si Bungsu. A Bun menggeleng.
“Tunangannya?”
A Bun menggeleng.
“Pacarnya…?”
A Bun menggeleng.
“Apakah orang itu adalah orang yang menginap disini?”
@
Tikam Samurai - III