Tikam Samurai - 294

“Saya Donald. Mac Donald dari pasukan Green Barets. Saya disuruh Kapten Fabian untuk menemui anda disini…” orang yang baru masuk itu langsung saja bicara dan menyalami si Bungsu.
“Saya si Bungsu. Apa yang bisa saya perbuat?”.
Serdadu yang bernama Donald itu tak bicara. Dia membuka ritsleting tas kulitnya. Dari dalamnya dia mengeluarkan sepucuk thompson. Sejenis senjata otomatis bermagazine bundar.
“Anda bisa mempergunakan besi tua ini?”
Si Bungsu menggeleng. Dia memang tak pernah melihat bedil seperti itu.
“Nah, caranya mudah saja…begini” dan anak buah Kapten Fabian itu memberikan petunjuk selama beberapa saat pada si Bungsu tentang penggunaan senjata otomat itu.
Lalu setelah dia merasa si Bungsu bisa, diapun berlalu. Senjata itu dia bawa kembali dengan tas kulitnya yang usang. Dan kembali si Bungsu tinggal dalam biliknya sendirian.
Dan tanpa terasa haripun malamlah. Di luar terdengar mobil berhenti. Si Bungsu bersiap.
Tak lama setelah mobil itu berhenti, terdengar suara langkah masuk. Makin lama makin dekat ke kamarnya. Dia sudah bermaksud membukakan pintu, ketika firasatnya yang amat tajam, firasat yang terlatih di rimba Gunung Sago mengirimkan denyut peringatan.
Hanya beberapa detik, dia segera merasa ada sesuatu yang tak beres. Tangannya cepat memadamkan lampu. Lalu dalam dua loncatan dia sampai dekat jendela.
Ketika tubuhnya melambung dalam loncatan ketiga, pintu ditendang dengan sangat kuat. Pintu itu tanggal dengan engsel-engselnya.
Ketika daun pintu tercampak menerpa tempat tidur, tubuh si Bungsu menerpa kaca jendela. Kaca itu hancur berderai. Tubuhnya jatuh bergulingan di halaman hotel. Dan saat itu terdengar enam deram tembakan di dalam kamar. Sepi. Suara langkah kaki memburu ke jendela yang pecah.
Seseorang mengintai lewat jendela itu dengan bedil otomatis di tangannya. Dia melihat bayangan. Dekat sekali. Orang itu mengulurkan senapannya, dan menarik kepalanya masuk. Tapi terlambat. Bayangan sekilas yang dia lihat itu tak lain dari berkelabatnya pedang samurai.
Si Bungsu memang menanti diluar jendela. Dan dia tak peduli lagi, siapapun orangnya yang menembak-nembak dalam kamarnya pastilah menghendaki nyawanya. Dan orang itu harus mendapat ganjaran yang setimal. Dalam sekali ayun, samurai panjang yang dia bawa dari Situjuh Ladang Laweh, yang telah membunuh banyak manusia, termasuk ayah, ibu dan kakaknya, memakan leher orang berbedil di jendela itu.
Leher orang itu putus. Seperti membabat batang pisang saja. Kepalanya jatuh keluar jendela. Tubuhnya terkulai di jendela itu. Senepannya masih tergenggam di tangan. Tak ada suara pekikan. Tak ada keluhan.
“Ada dia disana?” terdengar pertanyaan dari dalam kamar. Suaranya jelas beraksen asing. Seperti suara orang eropah. Mirip suara Kapten Fabian siang tadi!
“Ada, dia lari keseberang jalan…” si Bungsu berkata sambil mendekatkan dirinya ke mayat di jendela. Dadanya berdebar kencang. Dia ingin tahu siapa orangnya yang di dalam itu.
Langkah mendekat ke jendela. Nampaknya orang itu tertegun kaget melihat temannya tak berkepala. Dan waktu itulah si Bungsu berdiri. Tegak persis di depan jendela. Menatap dalam ke arah orang yang kaget itu.
Orang itu, teman sipenembak yang telah putus kepalanya itu tersurut begitu melihat ada orang yang tegak tiba-tiba di depannya. Dia memang orang barat. Tapi bukan Kapten Fabian seperti dugaan si Bungsu.
Orang itu nampaknya seperti orang Teksas. Tinggi besar dan bermata coklat. Mereka bertatapan sejenak sebelum keduanya sama-sama bergerak untuk saling membunuh. Orang teksas itu, sebagaimana lazimnya orang-orang dari Amerika, amat mengandalkan kecepatannya menggunakan pistol.
Si Teksas mengangkat pistol yang memang telah dia genggam sejak tadi. Si Bungsu masih tetap tegak menatapnya. Ketika pelatuk pistol ditarik, si Bungsu menghayunkan samurai. Ujung samurainya memang tidak ditujukan pada tubuh si Teksas. Melainkan memukul ujung pistolnya ke bawah.
Pistol itu menekur. Dan meledak. Pelurunya menghujam ke punggung mayat temannya yang tergantung di jendela. Sementara orang ramai mulai berkerumun. Namun semuanya melihat saja dari kejauahan.
Ketika si Teksas itu akan mengangkat pistolnya lagi, si Bungsu menghujamkan samurainya lurus ke depan. Samurai itu masuk ke leher si Teksas. Si Teksas kaget dan kesakitan luar biasa, dia berusaha terus mengangkat pistolnya. Namun si Bungsu menekankan lagi samurainya yang luar biasa runcing dan luar biasa tajamnnya itu.
Bilah samurai itu masuk mengenai tulang leher. Mecong sedikit kekiri. Kemudian tembus ke tengkuk. Teksas itu masih berdiri. Matanya mendelik. Darah tak setetespun keluar dari lehernya yang luka. Darah justru menyembur lewat tengkuknya.



@



Tikam Samurai - 294