Mereka segera mempersiapkan senjata. Dan sersan Donald yang tadi siang mengajarinya mempergunakan Tomygun, segera memberikan senjata otomatis itu padanya. Si Bungsu memegang bedil itu. Menatapnya beberapa menit.
“Maaf, saya tak pernah mempergunakan mainan ini. Apakah dalam pasukan Green Barets ada kekecualian. Maksud saya apakah boleh memakai samurai saja?”
Kedelapan anggota bekas pasukan baret hijau itu saling pandang mendengar ucapan si Bungsu. dan akhirnya mereka sama-sama tertawa. Si Bungsu juga ikut-ikut tertawa.
“Boleh” jawab Kapten Fabian. “Pasukan ini pasukan istimea. Karenaya angggotanya juga mendapat perlakuan istimewa. Anda boleh memakai samurai…” si Bungsu merasa lega.
Dia memberikan kembali senjata otomatis itu pada Donald. Nah, kini semuanya siap berpakaian dan memiliki perlengkapan yang utuh.
Aba-aba bersiap terdengar dari mulut Kapten Fabian. Semua anggota pasukan itu, termasuk si Bungsu, tegak dengan tegap ditempat masing-masing. Menatap pada Kapten tersebut.
Sebuah pasukan komando di tepi Kota Singapura. Lengkap dengan peralatan perangnya. Sejarah seperti ditarik kembali menikam jejak yang telah dia lalui. Ada yang aneh terasa oleh si Bungsu. kenapa pasukan ini masih menyimpan perlengkapan mereka. Padahal mereka telah berhenti dari pasukan itu setelah perang dunia ke II usai. Mereka telah bertempur di daratan eropah melawan pasukan Hitler. Terakhir mereka berada di Vietnam dan Indocina melawan pasukan Jepang. Kenapa kini mereka seperti membentuk suatu regu tersendiri?
Pertanyaan itu menyelusup dipikran si Bungsu. namun dia merasa kurang tepa waktunya sekarang untuk bertanya. Sementara itu Kapten Fabian memberikan komando terakhir.
“Saudar. Ada dua hal kenapa kita menghadang perang malam ini. Pertama karena membalas kematian Letnan Robert. Kedua karena membantu saudara Bungsu untuk menumpas perdagangan wanita. Kedua tugas ini sama pentingnya.
Perdagangan wanita sama artinya dengan menghidupkan kembali perbudakan. Wanita-wanita yang dijual itu malah jauh lebih hina ketimbang seorang budak. Dan hal ini harus kita cegah.
Amerika telah mengorbankan ratusan ribu nyawa putra-putranya dalam perang saudara demi menghapus perbudakan.
Pasukan baret hijau ini, dan pasukan sekutu lainnya, termasuk bangsa Indonesia telah mengorbankan jutaan nyawa untuk menghapus penjajahan dipermukaan bumi. Penjajahan adalah bentuk lain yang lebih kejam daripada perbudakan. Itulah sebabnya hari ini kita kembali berpakaian Baret Hijau ini.
Kepada anda, Bungsu, karena anda telah menjadi anggota kami, dapat saya sampaikan, bahwa bekas pasukan baret hijau ini, yang kini berkumpul disini adalah juga sebuah sindikat!”
Kapten itu berhenti sejenak.
“Maksud saya” sambungnya, “kami berhenti dari pasukan baret hijau karena memang tak mau lagi berperang. Banyak perwira-perwira dan orang-orang sipil yang mempergunakan kesempatan perang untuk memperkaya diri mereka.
Bayangkan, ketika kami bertempur di garis depan, meninggalkan anak isteri menghadang maut, saat itu pula orang-orang sipil mengeruk kekayaan. Mereka menjerit minta tolong pada tentara dikala musuh datang. Tapi begitu negeri aman, mereka menjadi orang-orang sombong dan pongah.
Kami punya daftar perwira-perwira yang korup. Yang mempergunakan pangkatnya untuk memerintah anak buahnya guna kepentingan diri mereka. Merampas harta rakyat. Kami juga punya daftar pejabat-pejabat sipil atau orang swasta yang bekerja sama dengan pihak musuh sekutu, yang juga menghimpun kekayaan untuk pribadi mereka.
Karena kami tergabung dalam tentara Sekutu, maka kami punya daftar lengkap tentang penghianat dan koruptor ini diberbagai negara anggota Sekutu. Mulai dari Amerika sampai ke Inggris dan negara-negara eropah.
Nah, kami akan menumpasnya. Kami juga bertekad menumpas bandit-bandit di negeri Sekutu itu. Kami tidak lagi orang pemerintah. Kami sekarang menjadi semacam pasukan gelap. Kami akan muncul disaat perlu. Dan bila tidak beroperasi, kami akan kembali menjadi orang-orang sipil biasa.
Engkau boleh memilih Bungsu. apakah ingin ikut dengan kami untuk seterusnya, atau akan mengundurkan diri setelah ini. Nah, saya rasa cukup sekian. Barangkali engkau heran kenapa kami memakai seragam ini. Padahal kami sudah pensiun dari pasukan Baret Hijau. Kiranya penjelasan saya tadi dapat menjawab keherananmu itu..”
Si Bungsu menarik nafas. Semua anggota pasukan itu kemudian memberi hormat pada Kapten Fabian. Lalu mereka keluar rumah. Jumlah mereka kini sembilan orang. Sembilan orang yang memilki ketangguhan luar biasa. Sembilan manusia yang barangkali sanggup melumpuhkan sebuah kota yang dipertahankan pasukan lengkap.
Jeep yang dipakai untuk “menangkap” si Bungsu tadi sudah menanti. Mereka berlompatan ke atas. Sersan Donald yang mengajar si Bungsu mempergunakan Tomygun siang tadi bertindak sebagai sopir. Disampingnya duduk Kapten Fabian. Dibelakang duduk si Bungsu dan enam orang temannya yang lain.
@
Tikam Samurai - III