Lalu mereka mulai berenang keseberang. Kapten Fabian dan kelima anggotanya tiba-tiba melihat ketiga orang itu lenyap dalam rawa. Dari tempat mereka tegak, tak ada yang kelihatan. Bambu kecil yang mencuat sejengkal lebih ke atas permukaan air itu juga tak bisa dikenali lagi diantara semak dan ranting kayu yang berserakkan di permukaan.
Kalau benar di seberang sana ada perangkap seperti dikatakan si Bungsu, maka Kapten Fabian harus mengakui bahwa cara peyebrangan yang kini dilakukan anak muda itu adalah cara yang sempurna.
Dan kalaupun tak ada musuh seperti yang diduga itu, cara penyebrangan sebentar ini tetap saja merupkan tindakan hati-hati yang memang harus dilakukan.
Mereka menanti dengan hati berdebar peyebrangan itu.
Sementara itu dalam air, si Bungsu menyeruak diantara rumpun-rumpun rumput. Dia harus bergerak perlahan sekali. Dan dia berharap agar hal yang sama juga dilakukan oleh kedua anggotanya di belakang. Kalu rumput-rumput itu bergerak dengan kuat, dan geraknya menuju ke pinggir, maka penjebak tentu akan segera curiga. Dan siapapun yang melihat pasti akan segera tahu bahwa didalam air ada penyelam yang sedang mendekat. Sebab mustahil ada kapal selam dalam rawa sedengkal begini.
Dan si Bungsu memang beruntung. Sebab baik Tongky maupun Donald yang berada di belakangnya memang bertindak hati-hati pula. Mereka nampaknya memang berasal dari pasukan yang disiplin. Ketiga mereka berenang dengan lambat.
Si Bungsu merasakan air makin dangkal. Tapi dia tetap tak mau muncul. Bahkan dia telah merayap ditanah, namun dia masih belum mau mengangkat kepalanya dari permukaan air.
Beraulah ketika air telah menimbulkan rambut dikepalanya dia mendongak perlahan. Sepi. Dia masih tiarap dia air. Perlahan dia menoleh ke belakang. Dua meter dibelakangnya, dia lihat dua sosok bayangan mendekat. Persis seperti yang dia lakukan tadi, kedua orang itu juga tetap tak mau bangkit seski air telah amat dangkal.
Mereka merayap dalam sikap hati-hati sekali. Akhirnya ketiga orang itu berada sejajar berdekatan. Dingin menusuk kulit.
“Nah, Letnan, apa lagi kini?” Donald berbisik.
“Jalan menuju ke markas mereka ada dibelah kananmu Letnan…” Tongky menyambung bisik Donald.
Si Bungsu mengangkat tangan. Memberi isyarat untuk tak berbisik. Dan tangannya masih bergoyang memberi isyarat ketika perlahan terdengar suara dari sebelah kiri, yaitu tak jauh dari tempat Tongky menelungkup.
“Nampaknya kita disuruh menunggu nyamuk disini…” suara itu jelas dalam aksen Tionghoa.
“Tenanglah. Tadi saya melihat sesuatu bergerak di seberang sana…” suara lain menyahut perlahan. Aksennya dalam nada Melayu.
“Ya, saya juga melihat ada yang bergerak. Barangkali ada orang menari striptis disana.heheh…hihi…huhu….” orang lain yang nampaknya juga sudah jengkel menanti ikut menyambung.
“Cibai! Kalian tak bisa diam?!” Cina yang lain bercarut dalam bahasanya. Dan tiga orang yang tadi menyumpah-nyumpah kesal itu pada terdiam. Nampaknya yang bercarut terakhir ini cukup berpengaruh diantara mereka.
Suasana kembali sepi. Si Bungsu, Tongky dan Donald masih tetap tiarap. Diam. Tongky dan Donald yang berbaring dilumpur berdekatan saling pandang.
Dan seperti bersepakata, mereka menoleh pada si Bungsu. namun anak muda itu tengah menatap ke arah Cina yang bercarut terakhir. Cina itu nampak bersembunyi diatas dahan yang tingginya sekitar sedepa dari tanah. Terlindung oleh dedaunan yang lebat.
Tongky dan Donald diam-diam mengakui ketajaman firasat anak muda itu. Coba kalau tadi mereka menyeberang saja bersama. Tentu kini mereka telah jadi tapisan di drel oleh senapan orang-orang yang menanti mereka ini.
Si Bungsu masih menatap ke arah suara di atas dahan yang jaraknya sekitar dua puluh depa dari tempatnya. Dia lalu menoleh pada Tongky dan Donald. Memberi isyarat. Dengan gerakkan sehalus ular, kedua bekas anggota Baret Hijau ini merayap kearahnya.
Dan ketika jarak mereka tinggal sejengkal kedua orang itu berhenti. Si Bungsu berbisik perlahan:
“Kita tak tahu dengan pasti berapa orang yang menanti kita disini. Yang kita dengar berbicara hanya empat. Tapi saya merasa yakin jumlahnya lebih dari itu. Barangkali sekitar sepuluh orang. Nah, tugas kita sekarang membuat jalan aman bagi teman-teman di seberang. Caranya hanya satu. Yaitu melenyapkan segala perangkap yang ada. Saya akan menyelesaikan Cina yang di pohon itu. Kalian pilih yang berdua yang bicara pertama tadi…” dan si Bungsu memberi beberapa penjelasan. Lalu dalam posisi tengkurap di lumpur itu, ketiga mereka salaing bersalaman.
Lalu Tongky dan Donald bergerak. Tongky nampaknya menuju ke arah Cina yang mula-mula bicara. Sementara Donald ke arah Melayu yang menyahut kedua.
@
Tikam Samurai - III