Bukankah dulu Saburo pernah berkata, kalau ada serdadu jepang yang mati, maka setiap satu jepang yang mati akan dibalas dengan membunuh tiga penduduk.
Kalau anaknya dan Malano melarikan diri, maka penduduk yang tak berdosa akan menjadi korban pembunuhan jepang. Hal ini sudah beberapa kali terjadi di kampung-kampung sekitar ini. Tiba-tiba di luar terdengar pekikan Saleha. Imam itu dan Sawal terkejut. Mereka berlarian ke pintu. Di luar mereka lihat Saleha berada dalam pelukan salah seorang Kempetai.
Begitu Sawal muncul, Kempetai yang gemuk itu mencabut pistol dan menembakkannya. Sawal berlari kembali ke dalam masjid. Peluru pistol menghantam ayahnya. Haji itu terpekik dan rubuh. Jepang gemuk itu memberi perintah kepada kedua temannya. Kedua Kempetai itu menghambur masuk dengan sepatu yang dipenuhi lumpur. Penduduk jadi kaget dan berang melihat serdadu itu masuk ke rumah ibadah mereka tanpa membuka alas kaki.
Namun marah mereka terpaksa mereka pendam. Siapa pula yang berani marah pada Kempetai? Meski mereka hanya bertiga, tapi itu berarti sama dengan sebuah pasukan besar. Terdengar bentakan dan pekikan di dalam. Kemudian penduduk melihat Sawal dan Malano digiring keluar dengan tubuh luka-luka.
”Kedua lelaki ini, dan anak gadismu terpaksa kami tahan pak Imam. Gadismu ini hanya kami jadikan sebagai jaminan agar abangnya tidak melarikan diri .Jangan khawatir, dia akan aman-…” Jepang gemuk itu berkata dengan senyum memuakkan. Imam tersebut hanya duduk tersandar ke pintu. Luka di bahunya mengalirkan darah. Sementara Saleha meronta-ronta melepaskan diri. Tapi yang memegang tangannya terlalu kuat buat dia lawan. Ketiga jepang itu memutar tubuh dan mulai melangkah meninggalkan halaman mesjid itu.
Tiba-tiba mereka tertegun. Seorang lelaki, berbaju gunting cina, berkain sarung melintang di bahunya, bercelana gunting Jawa tegak menghadang jalan mereka. Si bungsu!
Ya. Dialah yang tegak menghadang itu. Di sudut bibirnya masih menetes darah dari bekas dilanyau Malano dan teman-temannya beberapa menit berselang.
”Apakah bangsa kalian tak beradab sedikitpun, sehingga masuk rumah ibadah tanpa membuka sepatu yang kotor?”
Anak muda itu berkata dengan nada suara yang setajam pisau. Jepang-jepang itu tertegun. Mereka lebih banyak heran daripada kaget. Heran ada lelaki pribumi yang berani menghadang Kempetai. Apakah lelaki ini edan, pikir mereka. Namun yang bertubuh gemuk itu segera ingat anak muda ini.
”Hei beruk. Bukankah kamu orang yang kami tangkap malam itu ketika bersembunyi dekat Sasaran silat rahasia itu? Ya, engkaulah orangnya. Kamu orang anak Datuk Berbangsa jahanam itu ya?” penduduk pada terdiam.
”Tangkap anak jahanam ini. Ayahnya seorang pemberontak. Anaknya tentu sama saja…” si gemuk itu berkata lagi.
Si bungsu segera ingat bahwa si gemuk ini adalah jepang yang dulu memimpin penangkapan atas pesilat-pesilat di sasaran rahasia yang waktu itu dilatih oleh Datuk Maruhun.
”Lepaskan gadis itu…” dia berkata perlahan.
”Tangkap dia” perintah si gemuk menggelegar.
Salah seorang Kempetai itu melepaskan pegangannya dari Malano. Kemudian maju menangkap si bungsu. Namun sebuah tendangan menyebabkan Kempetai ters urut dengan perut mual.
”Bagero Habisi nyawanya” si gemuk yang merasa sudah banyak waktunya yang terbuang segera memerintahkan untuk membunuh anak muda itu. Kedua jepang itu maju dengan menghunus samurai mereka. Mata si bungsu tiba-tiba berkilat. orang yang hadir tak melihat perubahan sedikitpun pada diri anak muda itu. Wajahnya tetap murung. Sinar matanya tetap luyu. Begitu dulu, begitu sekarang. Tiba-tiba kedua jepang itu membabat. Dan tiba-tiba….snap Tiga bacakon yang terlalu cepat untuk bisa diikuti. Akhirnya sebuah tikaman yang telak ke belakang. Persis seperti jurus yang dipergunakan oleh ayahnya, Datuk Berbangsa, di halaman rumahnya belasan purnama yang lalu.
Kedua Kempetai itu tertegak diam. Mata mereka menatap kosong ke depan. Wajah mereka seperti keheranan. Tiba-tiba mereka rubuh Si bungsu tegak diam di tempatnya. Samurai di tangannya berada kembali dalam sarungnya. Semua orang terdiam. Bahkan anginpun seperti berhenti bertiup, jepang gemuk itu juga tertegun. Namun hanya sesaat, kemudian dengan memaki dalam bahasa jepang dia maju. Tangannya tergantung dekat samurai. Dia maju setelah mendorong Saleha hingga rubuh.
”Kubunuh kau jahanam” jepang gemuk itu memaki, dan samurainya berkelebat.
Aneh, tiba-tiba pula seperti halnya ketika dia melawan harimau jadi-jadian di gunung sago sebulan yang lalu, wajah Kempetai gemuk ini seperti berubah. Wajahnya kini mirip wajah Saburo Matsuyama. Komandan Kempetai yang membunuh ayah, ibu dan memperkosa kakaknya. Wajahnya yang murung berubah jadi keras. Gerakan samurai si gemuk itu bukan main cepatnya. Namun lebih cepat lagi gerakan lompat tupai yang dipergunakan oleh si bungsu.
@
I. Tikam Samurai