Tikam Samurai - 74

Tiba tiba dia dengar keluhan. Dia segera bangkit dan menoleh. Si Upik… Gadis berumur tiga belas tahun itu juga habis diperkosa. Pakaiannya centang perenang. Dia tersandar di rumpun bambu.
“Upik. Ya Allah, nasib apa yang menimpa kalian dik …”
Ujar si Bungsu sambil mengangkat tubuh gadis itu, sementara air matanya telah memabasahi pipi. Si Upik menggeleng. Dia pegang tangan si Bungsu, kemudian berkata perlahan :
“Uda … Uda … dimana amak ?”
Si Bungsu menggigit bibir agar tak menangis. Dia segera teringat nasib dirinya. Betapa dahulu ibu, ayah dan kakaknya dibunuhi Jepang. Bagaimana dia akan mengatakan pada si Upik bahwa ibunya telah terbunuh? Bagaimana?
“Tolong carikan amak. Uda. Tadi dia diseret Jepang kebelakang. Uni Mei-mei berada di pondok di tengah rumpun bambu itu, di tempat uda latihan ….”
Gadis kecil itu terkulai kepalanya di tangan si Bungsu. Penderitaan yang tiada taranya itu telah merengut nyawanya. Si Bungsu menegadah ke langit yang gelap. Dia memeluk mayat gadis itu dan.. menangis.
“Maafkan saya Upik, Maafkan saya terlambat membantu kalian. Ya Tuhan, kenapa aku pergi pula malam ini ?”
Mayat itu dia baringkan di dekat mayat ibunya. Kemudian dia segera ingat pada Mei-mei. Seperti terbang dia menuju kepondok kecil itu. Tapi lagi lagi d ia tertegak kaku. Pondok itu sudah runtuh seperti diobrak abrik setan.
“Mei-mei ..” dia ingin berteriak memanggil.
Tapi saking cemasnya, yang keluar dari mulutnya hanyalah keluhan kecil. Keluhan diantara mata yang basah.
“Koko …” sebuah rintihan halus dekat rumpun bambu.
Rintihan itu sudah cukup bagi si Bungsu untuk mengetahui dimana gadis itu berada. Dia melompat kesana. Hari sangat gelap. namun dia mendapatkan tubuh Mei-mei tersandar kepohon bambu.
“Mei-mei …”
“Koko ..” dia peluk gadis itu.
Mei-mei ingin membalas pelukannya. Namun tangannya seperti tak ada tenaga. Tapi dia tetap juga membalas pelukan anak muda itu, di dalam hati. Si Bungsu memangku tubuh adiknya itu ke bekas rumah Datuk Penghulu. Kemudian membaringkannya di tempat bersih. Dalam cahaya api wajah Mei-mei kelihatan sangat pucat.
“Moy- moy …”
“Koko …”
Dengan suara putus putus Mei-mei menceritakan dari mula kisah kedatangan Jepang itu. Kisah dia membunuh kelima Kempetai yang akan memperkosanya itu. Kemudian menceritakan kedatangan dua belas Kempetai yang telah membakar dan memperkosa mereka bergantian.
“Engkau tahu siapa yang telah memperkosa mu ?”
Mei-mei memejamkan mata. Seperti mengumpulkan ingatannya.
“Saya tidak melihat wajah mereka koko. Di pondok itu terlalu gelap. Tapi saya mengetahui jumlah mereka. Dua belas. Mereka melaknati saya bergantian. Dan kalau tak salah, mereka memanggil komandan mereka dengan sebutan syo-i Atto … Koko .. aku ingin membahagiakan engkau. Sayang malam ini Tuhan memisahkan kita …”
“Jangan berkata begitu Moy-moy …”
“Dengarlah koko, jangan potong bicaraku. Aku tahu engkau hanya mengangap aku sebagai adikmu. Aku memang tak bisa berharap lebih dari itu bukan? Namun ketahuilah koko sayang, aku mencintaimu. Aku belum pernah merasakan jatuh cinta. Tapi kerinduanku padamu, rasa sayangku padamu, rasa ingin selalu berada di dekatmu, rasa gelisah bila engkau tinggalkan meski sesaat, rasa gundah bila engkau murung, adalah rasa cintaku padamu. Aku tahu, perempuan seperti aku, yang telah dilumuri dosa dan noda yang takkan tercuci, tak layak mendapat apa apa darimu ..koko..”
“Mei-mei …”
“Dengarlah koko … satu satunya milikku yang paling berharga kini, adalah cintaku. Aku tak lagi punya kehormatan. Karena telah direngut dan dirobek robek oleh orang yang tak pernah kukenali. Namun cintaku tak pernah ada yang menyentuh. Dan kalau engkau tak merasa hina menerimanya, kuberikan cintaku itu padamu koko …”
“Mei-mei …” si Bungsu memanggil.
“Koko, aku mencintaimu. Aku belajar bertanak menggulai dan menjahit dari tek Ani adalah untukmu. Aku selalu mengimpikan betapa bahagianya bila engkau menikahiku. Aku menjadi istrimu, bertanak. Menjahitkan kemeja dan sarungmu yang koyak, mencucikan pakaian. Sesakit sesenang denganmu. Ah. Itulah satu satunya impianku yang paling indah. Engkau tak marah aku bermimpi seperti itu koko? … hanya mimpi. Dan malam ini mimpiku itu terbakar hangus, jadi abu …”
Si Bungsu merasa dadanya sesak. Seakan akan pecah menahan haru, dia peluk gadis itu erat erat. Kemudian berbisik diantara air matanya yang turun.



@


Related Posts

Tikam Samurai - 74