Tikam Samurai - 135

Si Bungsu menyabetkan lagi samurainya. Seorang serdadu lagi mati! Yang mengancamnya tadi menghujamkan pisaunya kepada seorang kopral. Dan empat orang mati. Sebuah letusan bergema lagi. Dan teman yang mengancam itu kena kepalanya pecah dan mati.
Namun si Bungsu berguling di tanah. Samurainya bekerja! Snapp! Snapp! Kedua serdadu KL yang masih hidup mampus dimakan samurainya!
Ada sekitar belasan manusia didekat kedai itu, semua mereka tertegak diam! Kejadian itu amat cepat. Hanya dalam sepuluh hitungan! Alangkah cepatnya!
Tiba-tiba mereka mendengar mesin Jeep dihidupkan. Lelaki yang mengancam si Bungsu itu menoleh, si Bungsu juga. Sopir Jeep yang berpangkat Soldat (Prajurit) itu rupanya merasa tak ada gunanya melawan. Dia memilih melarikan diri.
Dia memasukkan perseneling mobilnya, dan tancap gas! Lari!
Namun lelaki yang tadi mengancam si Bungsu denganpisaunya, bergerak dengancepat. Seperti tadi, yaitu seperti dia menyerang si Bungsu dengan dua pisaunya, kali ini tangannya juga bergerak.
Pisau yang berada ditanganb kanannya meluncur memburu Jeep yang rodanya mulai berputar. Dan tiba-tiba jeep itu meluncur seperti disentakkan ke depan. Lepas! Tapi tak jauh dari mereka lari. Jeep itu seperti meliuk.
Kekiri, kekanan. Dan tiba-tiba berhenti menabrak sebuah kedai! Mereka berlarian kesana. Dan soldat yang menyopiri Jeep itu mati tertelungkup di stirnya dengan tengkuk tertancap pisau! Lemparan lelaki itu tepat menghantam sasarannya.
Diam-diam si Bungsu memuji keahlian lelaki ini memainkan pisaunya.
Lelaki yang tadi melemparkan pisau itu menatap pada si Bungsu.  Si Bungsu juga menatap padanya.
 “Maaf, saya salah duga. Terimakasih atas bantuan saudara. Kita akan berjumpa lagi dalam waktu dekat. Selamat berjuang. Merdeka!” Ucapan lelaki itu mengalir cepat dan tegas.
Sehabis ucapannya, sebelum si Bungsu cepat menyahut, lelaki itu menyelinap kederetan rumah penduduk. Kemudian menghilang. Si Bungsu tahu bahwa setiap detik bahaya bisa mengancam jiwanya kalau dia tetap juga tegak disini.
Karenanya, dia juga mengambil arah lain dari yang ditempuh oleh lelaki tadi. Dia juga menyelinap ke balik rumah-rumah penduduk. Dan bergegas pergi ke arah pelabuhan! Jauh dibelakangnya dia dengar suara deruman kendaraan militer mendekati tempat tadi. Balatentara Belanda pasti telah munju tempat tersebut.
Dia percepat langkahnya. Dia tak khawatir pada serdadu Belanda. Sebab mereka segera bisa dikenali. Tubuh dan kulit mereka berbeda dengan kulitnya. Yang dia takutkan adalah anggota-anggota Nevis dari bangsanya sendiri.
Mereka sulit diketahui. Sebab mata-mata ini berpakaian seperti umumnya orang Indonesia dan karena mereka juga bangsa Indonesia, maka mereka sulit diketahui. Si Bungsu mempercepat langkah. Berusaha bergegas, tapi jangan sampai mencurigakan!
Peluh telah meleleh ditubuhnya ketika dengan hati-hati dia menghampiri penginapan kecil dimana dia tinggal.
Dia berhenti. Memperhatikan dari kejauahan. Apakah ada hal-hal yang mencurigakan. Sepi. Apakah sepi karena tak terjadi apa-apa atau sepi karena Belanda telah memasang perangkap?
Tiba-tiba dia lihat pemilik penginapan itu keluar bersama orang Amerika yang menyelidiki Istana Siak Sri Indrapura. Mereka bicara sebentar, kemudian orang Amerika itu pergi. Pemilik penginapan masuk kembali. Dan orang Amerika itu pergi sendiri tanpa istrinya yang bertubuh montok, menggiurkan. Dan dari suasana itu, si Bungsu mengetahui bahwa Belanda belum mencium jejaknya. Dia berjalan ke penginapan.
Naik ke tingkat dua dengan melewati tangga papa. Ketika dia baru saja di atas, dia berpapasan dengan perempuan Amerika.
Perempuan cantik itu terkejut, dia tertegun menatap si Bungsu. Namun si Bungsu bergegas kebiliknya. Di biliknya dia mengambil bubuk obat yang dia bawa dari Bukittinggi. Kemudian menebarkannya disepotong kain bersih. Kemudian mengambil saputangannya. Membasahkannya dengan air dalam ceret kecil di atas meja. Dengan saputangan basah itu dia bersihkan lukanya. Dan ia terhenti sebentar. Ingatannya melayang pada Salma. Tanpa sengaja dia melihat cincin bermata berlian dijari manisnya. Cincin yang diberikan Salma ketika dia akan berangkat meninggalkan Bukittinggi.
Ah, terasa benar betapa sepinya tanpa gadis itu.
Di Bukittinggi, dia tak usah susah-susah mengurus dirinya yang luka. Berkali-kali dia kembali dari perkelahian mengalami luka-luka. Dan Salma selalu merawatnya sampai sembuh. Merawat dirinya dengan kasih sayang.
Dia menarik nafas. Kemudian mengambil kain yang telah ditaburi bubuk obat itu. Kemudian menempelkannya ke lehernya yang luka oleh pisau pejuang itu tadi.
Tapi ketika akan melekatkannya, bubuk obat itu jatuh. Terserak dilantai. Tubuhnya terasa lemah. Dia raba lehernya yang luka itu. Dan tiba-tiba dia merasa sesuatu yang ganjil. Dia lihat telapak tangannya. Dia perhatikan kuku jari-jari tangannya. Pucak agak kebiru-biruan.



@


Related Posts

Tikam Samurai - 135