Tikam Samurai - 159

Sementara penduduk kampung yang lain, atas petunjuk Suman mengangkati mayat-mayat Belanda yang lain ke arah perkampungan.
Bilal melangkah mendekati KNIL itu.
“Kami takkan membunuhmu. Kematian merupakan hal yang terlalu enak bagimu. Tapi engkau akan tetap mati kehabisan darah”
Bilal mencabut pisau yang tadi dia tikamkan ke dada leutenant. Melemparkan hingga tertancap disisi tubuh KNIL itu.
“Engkau boleh pilih, mati secara perlahan disini atau bunuh diri dengan pisau itu…”
Dan Bilal memberi isyarat pada si Bungsu untuk meninggalkan tempat tersebut!
Bungsu melangkah mengikuti Bilal ke arah mayat-mayat Belanda tadi diangkuti. Namun beberapa langkah mereka berjalan, KNIL tadi terdengar mengeluh. Mereka menoleh, dan melihat betapa pisau yang diberikan Bilal tadi telah menancap didadanya. KNIL itu ternyata lebih suka bunuh diri daripada tetap dibiarkan terguling tak berdaya disana. Dia lebih suka mempercepat kematiannya daripada harus menunggu maut merangkak secara perlahan menyakiti nyawa dan jasadnya.
“Dia memilih jalan singkat….” Bilal berkata.
Bungsu hanya dia menatap. Bilal menyuruh dua orang penduduk untuk mengangkat mayat KNIL itu.
“Bersihkan bekas-bekas darah di tanah! Dan Asir…kau biasa membawa motor tempel. Bawa motor tempel Belanda itu ke Danau Baru. Tenggelamkan disana…”
Orang-orang yang disuruh itu melaksanakan tugas mereka.
Dan Bilal membawa si Bungsu ke arah mayat-mayat Belanda itu diangkuti. Mayat-mayat itu teranyata diangkuti ke belakang kampung. Ke hutan belantara yang masih oerawan. Kaun lelaki berkumpul disana. Menanti Bilal dan si Bungsu.
Semua mereka menoleh pada Bilal dan si Bungsu yang baru muncul. Menatap dengan diam. Guruh tiba-tiba menderam di angkasa. Bilal berhenti, demikian pula si Bungsu. Para lelaki melirik ke samurai yang terpegang ditangan kanan si Bungsu.
Dari cerita yang pernah mereka dengar, anak muda ini mahir dan amat cepat dengan samurai Jepang itu. Tapi dipasar Jumat tadi, beberapa orang sempat melihatnya. Itupun secara tak pasti. Sebab hampir semua mereka terlibat dalam perkelahian yang hanya sebentar.
Hanya saja, dari mayat-mayat yang mereka bawa ini, ada dua orang tentara Belanda yang belah perut dan dadanya. Dan itu pasti termakan samurai. Jadi dengan kopral yang putus kaki dan tangan kananya itu, ada tiga serdadu Belanda yang dibabat samurai tersebut.
Hanya itu sebagai bukti bagi penduduk bahwa anak muda ini memang cepat dengan samurainya. Hanya sayangnya tak seorangpun yang sempat melihat dengan pasti bagaimana caranya dia memainkan senjata maut itu.
Kini mereka tegak membisu. Bilal yang merupakan seorang pemuka dikampung itu akhirnya bersuara.
“Asir saya suruh membawa motor tempel Belanda itu ke Danau Baru. Menenggelamkan di sana. Saya rasa kalaupun ada pencaharian oleh pihak Belanda kemari mereka takkan menemukan jejak sedikitpun”
Dia berheti. Para lelaki itu tak ada yang bersuara. Bilal menyambung:
“Kini kita kuburkan mayat-mayat Belanda ini. Kuburkan bersama pakaian mereka. Senjata simpan di rumah Suman. Kita kuburkan mereka lebih ke hutan sana. Lewati paya-paya tersebut agar jejak kita tak mudah ditemukan. Kubur yang dalam, agar mayat mereka tak digali harimau…!”
Masih tanpa suara, kaum lelaki itu mulai mengangkati mayat keenam serdadu Belanda tersebut. Guruh kembali menderam rusuh dikaki langit. Mengirimkan suasana seram ke hati mereka.
Satu demi satu mulai menyeruak rimba menuju paya-paya.
“Biar saya didepan membuka jalan….” Si Bungsu berkata sambil mendahului rombongan pemangku mayat tersebut. Di depan dia menghunus samurainya.
Ketika dia akan menebas semak untuk membuka jalan, dia terhenti mendengar seruan Bilal.
“Jangan ditebas!”
“Tapi ini menyulitkan perjalan yang memangku mayat..”
“Ya, tapi tebasan itu juga akan memudahkan Belanda masuk untuk mencari jejak mayat teman-temannya”
Si Bungsu menjadi mengerti duduk soalnya. Dia mengagumi ketajaman firasat Bilal. Oleh karena itu dia memasukkan kembali samurainya. Kemudian dengan mempergunakan samurai bersarung itu dia menguakkan semak-semak untuk membuat jalan bagi temannya yang di belakang.
Mereka berjalan dengan diam.
Yang terdengar hanyalah geseran tubuh dengan dedaunan. Mereka memalui rimaba yang lebat. Tak lama kemudian, mereka tiba ketepi rawa dan bancah yang tadi disebutkan Bilal.
Si Bungsu menekankan samurainya ke dalam air. Menduga dalam bancah ini. Ujung samurainya menekan tanah dasar air. Cukup keras. Kemudian dia mulai melangkah masuk air. Yang lain menuruti.



@



Tikam Samurai - 159