Tikam Samurai - 163

“Katanya, eh, mana pula dia bisa berkata. Tapi dia mendengus. Saya membuka langkah empat. Kalau dia menyerang saya sudah siap. Eh tahu-tahu harimau itu menyerang si Bungsu. Mungkin dia melihat tak ada “pintu” masuk dari pertahanan yang saya buat seperti ini…” dia menirukan langkah empat yang pernah dia pelajari sambil lalu dahulu.
Tiba-tiba dia terhenti. Karena ketika dia menoleh ternyata tak seorang pun diantara penduduk yang tegak mengelilinginya. Semua penduduk kini telah berkumpul dikeliling Bilal di depan teras mesjid. Pudin si pembual itu tak jadi ber-akting. Dia juga membuat langkah empat menuju kerumunan orang ramai itu.
Di teras mesjid Bilal angkat bicara.
Saudara-saudara, pertama kami minta maaf atas jatuhnya korban kanak-kanak, perempuan dan beberapa orang penduduk kampung kita ini dalam perkelahian dengan Belanda tadi. Ada sembilan orang yang meninggal, suatu jumlah yang banyak.
Tapi itulah resiko perjuangan. Kami berterimakasih atas kerelaan saudara-saudara terhadap korban yang jatuh itu.
Semoga Tuhan memberikan iman yang teguh bagi keluarga yang kematian familinya hari ini.
Belanda barangkali akan mencari teman-teman mereka tadi kemari. Mungkin akan ada lagi korban yang jatuh. Meskipun kedatangannya kemari sangat tipis, mengingat jaraknya kampung ini yang terpencil dan jauh dari Pekanbaru, namun tak ada salahnya kita waspada.
Kita akan menempatkan setiap hari dua orang pengintai. Yang satu dibahagian hulu sana. Yaitu untuk menjaga kalau-kalau Belanda datang lewat sungai dari Teratak Buluh seperti pagi tadi.
Yang seorang lagi akan menjaga di kampung Kutik. Yaitu untuk mengawasi kalau-kalau patroli Belanda datang lewat darat. Hanya dua jalur itu yang akan ditempuh Belanda untuk datang ke Kampung ini.
Penjagaan akan bergilir tiap hari. Kalu kelihatan mereka datang, yang bertugas harus memukul tontong sebagai isyarat, penduduk harus segera meninggalkan kampung. Ada kesempatan satu jam untuk menyelamatkan diri. Bersembunyilah ke hutan. Jangan takut dengan harimau. Sebab mereka juga akan lari begitu melihat kita datang ramai-ramai.
Bersembunyilah yang jauh, agar tak tertangkap. Tentang keselamatan kampung ini, rumah dan harta benda, jangan khawatir. Kami para anggota fisabilillah akan menjaganya. Kalau Belanda masuk kemari, mereka akan kami sambut dengan peperangan.
Kaum lelaki akan membantu kami. Untuk sampai ke kampung ini mereka harus naik sampan atau motor boat. Kami akan berusaha menenggelamkan mereka sebelum turun dari sampannya.
Untuk mengatur penyergapan itu nanti semua lelaki yang mau menyumbangkan bhaktinya untuk kampung ini, silakan masuk mesjid. Yang bersedia silahkan menunjuk”
Bilal tak usah menanti terlalu lama. Sebab begitu dia selesai ngomong, semua lelaki pada mengacungkan tangannya ke atas.
Si Bungsu melihat betapa tidak hanya pemuda-pemuda yang mengacungkan tangannya ke atas. Tetapi juga kanak-kanak dan lelaki-lelaki tua. Bahkan ada enam orang perempuan!
“Maaf kami bukan menolak yang tua-tua dan kanak-kanak. Tidak pula menganggap enteng akan kemampuan perempuan, tapi buat sementara kita belum lagi akan berperang”
Bilal berkata atasberusaha ikut berpartisipasinya yang tua, kanak-kanak dan kaum perempuan. Dia mencari cara yang baik untuk menolak mereka.
“Pada akhirnya bila pertempuran  terjadi, tidak hanya kami, melainkan seluruh kita, seluruh yang bernafas akan mempertahankan negeri ini dengan darah dan nyawa.
Tapi itu belum sekarang. Sekarang hanya dibutuhkan beberapa belas orang lelaki yang dewasa saja. Kaum perempuan kami harapkan bersama anak-anak dan adik-adiknya di persembunyian.
Bapak yang tua-tua kami harapkan tak tersinggung. Berikanlah kesempatan pada kami yang muda-muda untuk melindungi bapak”
Cara Bilal ini amat kena. Tak seorangpun yang membantah. Bilal segera saja menghimbau pada lelaki dewasa yang jumlahnya sekitar seratus orang. Memberi beberapa petunjuk. Kemudian dia sadar, bahwa ada sesuatu yang terlupa. Untuk itu dia lalu bicara lagi pada penduduk yang kini perhatiannya beralih pada bangkai harimau itu.
“Oh ya, Kami baru saja kembali dari rimba sana. Dan kami dicegat harimau besar ini. Kami telah menyaksikan suatu perkelahian yang dahsyat antara harimau itu dengan saudara Bungsu”
Bilal tahu menceritakan secara lengkap bagaimana perkelahian terjadi. Semua penduduk pada mendecah-decah. Kemudian beberapa orang lelaki pada mengguliti harimau tersebut. Perutnya dengan hati-hati dibelah dengan pisau tajam.
Pekerjaan itu memakan waktu cukup lama. Hari telah senja. Mereka berhenti untuk sembahyang magrib. Selesai sembahyang mereka melanjutkan pekerjaannya. Beberapa lelaki telah berangkat ke pos pengintaian seperti yang dikatakan si Bilal. Tapi dalam mesjid itu seperti pasar malam. Mereka datang ke sana dengan memakai suluh.



@



Tikam Samurai - 163