Tikam Samurai - 168

Si Bungsu dengan langkah pasti menuju ke terowongan itu. Kemana dia menuju, keterowongan di daerah Ocha Nomizu atau terowongan di daerah Yotsuya kah?
Ocha Nomizu terlalu dekat ke daerah Asakusa. Kalau ada razia tentu Ocha Nomizu akan digeledah pertama kali. Lebih baik ke terowongan di daerah Yotsuya saja, pikirnya.
Dia melangkah dafal udara dingin sambil menjinjing bungkusan kecilnya. Bungkusan itulah penyambung nyawanya. Di sana ada perhiasan dan uang bekal yang dia bawa dari Bukittinggi. Yaitu perhiasan yang mereka peroleh bersama Mei-mei dari ruang bawah tanah rumah pelacuran tempat Mei-mei disekap di Payakumbuh.
Dia menyelusuri rel kereta api menuju ke daerah Yotsuya. Angin dingin bulan November terasa menampar dan mengiris kulitnya. Dingin dan pedih. Di Ocha Nomizu dia ditegur seorang perempuan. Tegur sapa itu diiringi tawa cekikikan halus. Dia segera mengetahui bahwa perempuan-perempuan itu adalah perempuan-perempuan malam yang mungkin mencari uang untuk menghidupi keluarganya dalam saat sulit seperti ini.
Dia berjalan terus. Tak lama kemudian dia sampai di daerah Yotsuya. Dia berjalan menuruni sebuah tebing kecil. Dan di bawahnya ada pintu terowowngan. Sambil berlari kecil, dia masuki terowongan itu.
Membelok ke kiri. Terus ke kanan, dan dia mendapati tubuh manusia bergelimpangan disepanjang pinggir terowongan. Tidur dengan menyelimuti segenap pakaian yang ada. Terowongan itu terang. Sebab pemerintah kota memberinya lampu listrik. Kini meski terowongan itu tak berguna lagi, namun pemerintah kota tetap memberikan penerangan lampu. Sebab pihak pemerintah kota nampaknya memaklumi, bahwa banyak warga kotanya yang melarat melindungkan diri dalam terowongan itu.
Dalam keadaan parah begini, dengan tetap menghidupkan lampu dalam terowongan, sekurang-kurangnya pemerintah kota telah membantu meringankan beban warganya.
Si Bungsu berjalan mencari tempat yang baik untuk merebahkan diri. Dia berjalan terus. Membelok kekiri, kenanan. Dia melihat perempuan-perempuan tidur berpagutan dengan lelaki. Dia melihat kanak-kanak juga berpagutan dengan ibunya. Melihat anak-anak miskin tidur dengan kain compang-camping. Dan diantara mereka tidur pula dua tiga anjing kurus.
Isi terowongan ini menggambarkan isi kota Tokyo yang sebenarnya. Jauh berbeda dari keadaan di atas mereka. Dimana dalam gedung-gedung bertingkat, hidup orang-orang kaya, para kolobolator dan penghianat-penghianat denagn tenteram dan mewah.
Isi terowongan ini, adalah lembaran hitam Kota Tokyo. Tapi inilah penduduk yang sebenarnya.
Dia berhenti disuatu tempat. Ada tempat ketinggian. Dan tempat itu kosong.
Dia melihat ke kiri dan ke kanan. Merasa aman lalu dia naik ke atas. Meletakkan bungkusan kecilnya disudut dan dia membaringkan diri. Namun belum begitu lama dia berbaring, dia merasakan seseorang naik ke tempatnya.
Dia jadi waspada. Siapa ini? Pencuri? Pencuri bukan merupakan hal yang mustahil. Kanak-kanak, orang dewasa, lelaki atau perempuan, bisa saja jadi pencuri. Dan mereka tak pula dapat disalahkan. Keadaan memaksa mereka jadi begitu.
Siapa pencuri yang menginginkan pekerjaan jadi pencuri? Tak seorangpun. Mana pula ada orang yang ingin diburu rasa takut berkepanjangan. Mana ada orang yang mau menyambung nyawa hanya untuk sesuap nasi.
Tapi keadaan memaksa demikian. Daripadabertarung dengan rasa lapar, lebih baik bertarung dengan manusia. Orang yang naik itu membaringkan tubuhnya pula. Kemudian terdengar isakannya perlahan. Menangis. Dan dari isaknya si Bungsu tahu bahwa orang itu adalah seorang perempuan.
Namun tak lama isaknya lenyap. Dan suara nafasnya terdengar perlahan. Tertidur. Perempuan itu tertidur. Kelelahan membuat dia tertidur. Dan tidur adalah kenikmatan yang paling indah dalam segala penderitaan.
Dalam tidur buat sejenak orang dapat melupakan penderitaan dan sengsaranya. Dalam tidur buat sejenak orang melupakan rasa laparnya.
Bukankah lupa meski agak sejenak terhadanh penderitaan, kemalaratan dan kesengsaraan sudah merupakan suatu “kemewahan”? dan si Bungsu juga tertidur. Mereka tertidur saling membelakang.
-o0o-
Suara pertengkaran membangunkannya dari tidur. Perlahan dia bangkit. Dan tak jauh dari tempatnya berbaring dia lihat empat lelaki Jepang tengah membentak-bentak.
Memeriksa tas kain seorang lelaki. Kemudian mengambil jam tangan dari dalam tas itu. Demikian terus, keempat lelaki Jepang itu memeriksa orang-orang yang duduk atau berbaring dalam terowongan itu.
“Jakuza…” katanya perlahan.
Jakuza adalah nama suatu sindikat penjahat Jepang. Yang beroperasi mulai dari tingat paling bawah. Seperti halnya mengkoordinir tukang copet, meminta belasting seperti yang dilakukan sekarang, sampai pada mengkoordinir kejahatan tingkat atas.
Mengatur pelacuran. Mengatur perampokan, pembunuhan. Penderitaan rakyat Jepang saat itu selain oleh perang, ditambah lagi oleh kelompok yang menangguk di air keruh ini.



@



Tikam Samurai - 168