Tikam Samurai - 229

Meskipun matanya buta, tapi hatinya sangat mulia. Orang Jepang mendewakan dia. Kaum penjahat sangat menakutinya.
Dan si Bungsu mendengar kisah kepahlawanan Zato Ichi si pendekar buta ini. Dia mendengar cerita itu dari Kenji dan adik-adiknya.
Namun, bukankah masa Zato Ichi sudah lama sekali berlalu? Nama itu kini hanay terdengar sebagai suatu legenda. Seorang tokoh di masa lalu.
Dan kalu kini dia hadir dalam kamarnya, bukankah itu suatu keanehan? Dan keanehan itu juga terasa di hati anggota Kumagaigumi itu. Zato Ichi sudah lama lenyap. Bahkan banyak orang menyangka dia telah lama mati. Kini siapa yang tegak di pintu itu?
Dan suara lelaki buta itu seperti menjawab pertanyaan tersebut:
“Ya, saya Zato Ichi….”
Suaranya perlahan, lembut dan sabar sekali.
“Tet….tet…tetapi engkau sudah lama mati…”
Zato Ichi tertawa renyai. Dia menunduk.
“Ya, saya sudah lama mati. Dan yang ada kini adalah hantu yang akan memusnahkan kejahatan kalian….” Suaranya seperti bergurau, namun anggota Kumagaigumi itu takutnya bukan main.
Dia mundur, dan tiba-tiba tangannya yang bertombak itu menyerang si Bungsu. kalau orang ini benar Zato Ichi, maka dia harus berjuang keras untuk bisa hidup.
Dan jalan pertama yang dia tempuh adalah menyudahi orang Indonesia yang masih duduk terhenyak ke dinding itu.
Tombaknya terangkat. Namun si Bungsu sudah waspada. Begitu tombak orang itu terayun, tangannya yang bersamurai juga terayun.
Tombak itu meluncur amat kencang. Tapi pada saat yang bersamaan, samurainya juga lepas terhayun menyerang anggota Kumagaigumi itu. Si Bungsu melontarkan samurainya sambil menggulingkan tubuhnya ke lantai.
Tombak bercabang tiga itu menghujam ke dinding, sejari dari leher si Bungsu. dan lelaki anggota Kumagaigumi itu terlolong. Lontaran samurai si Bungsu persis menerkam jantungnya.
Lelaki itu mendelik, menggelepar. Dan mati!
Kini hanya seorang anggota Kumagaigumi lagi. Yaitu yang tadi mukanya disabet dengan samurai hingga berlumur darah oleh Zato Ichi.
Lelaki itu mundur ketakutan. Dia mengambil rantainya dan menyerang Zato Ichi di pintu. Suara rantainya gemercing dan menimbulkan angin yang bersuit.
Namun dengan sebuah putaran tubuh yang cepat samurai Zato Ichi bekerja. Lelaki itu mati dengan bahu belah!
Kamar itu kini berubah jadi kamar pembantaian. Darah membanjir dimana-mana. Dan empat mayat melang melintang.
Kini yang hidup dalam kamar itu hanya mereka berdua. Si Bungsu dari Situjuh Ladang Laweh dan Zato Ichi, pahlawan samurai negeri Jepang!
Si Bungsu kembali duduk di sisi tombak bercabang tiga yang menancap dalam di dinding kamar. Dia belum mampu tegak. Sebab dada, perut, tangan dan pahanya luka parah. Yang terasa sangat sakit adalah luka dipahanya bekas dihujam tombak bercabang tiga itu.
Dia menatap pada Zato Ichi.
Zato Ichi bersandar ke pintu. Dan perlahan, tubuhnya yang bersandar itu meluncur turun lalu duduk dilantai dengan tetap bersandar.
Kepalanya terangkat. Dia seperti menatap pada si Bungsu.
Dan untuk pertama kalinya si Bungsu melihat bahwa lelaki yang bernama Zato Ichi ini sebenarnya sudah tua.
Kerut di wajahnya, serta rambutnya yang sudah memutih membuktikan ketuaannya itu. Namun, secara menyeluruh, lelaki itu kelihatan penyabar dan tenang. Sikapnya tidak hanya menimbulkan rasa kasihan, tapi juga menimbulkan rasa simpati.
“Domo arigato gozaimasu Ichi-san. Saya banyak mendengar kehebatan Zato Ichi-san…” dia berkata perlahan.
Zato Ichi menarik nafas panjang. Kemudian menunduk.
“Luar biasa. Benar-benar luar biasa. Seorang asing menjadi jagoan samurai yang ditakuti di negeri Jepang. Heh…heh..engkau benar-benar seorang yang luar biasa Bungsu-san…”
Zuara Zato Ichi bergema dari tempat duduknya di lantai dan bersandar ke pintu. Si Bungsu diam. Dia berusaha tegak. Namun dengan keluhan sakit, dia terduduk lagi.
“Hmmm, nampaknya engkau luka parah. Kamar ini terlalu bau bangkai, engkau harus keluar dari sini anak muda….” Zato Ichi berkata.
“Ya, saya rasa saya menang harus keluar. Tapi….” Suaranya terhenti.
“Saya bisa membantumu. Mari…..” Zato Ichi berdiri. Dan si Bungsu melihat betapa lelaki itu tegak bertumpu dengan samurainya yang merangkap sebagai tongkat.
Kemudian dengan tongkat itu pula, dia melangkah tertatih-tatih mencari jalan. Bila ujung tongkatnya menyentuh mayat salah seorang anggota Kumagaigumi, dia lalu menghindarkan langkahnya dari sana.
Caranya berjalan sangat mengharukan. Dengan beberapa kali tersandung pada tubuh mayat-mayat itu, akhirnya Zato Ichi sampai ke dekat si Bungsu.
Dia berjongkok. Meraba tangan, dada dan paha si Bungsu.



@



Tikam Samurai - 229