Zato Ichi menyambung ucapannya. Seperti tak perduli dengan maut yang mengintai lewat samurai Zendo:
“Kami memang bertengkar karena uang yang disumbangkan oleh keluarga Kendo….!”
Lalu saat itulah Zendo memekik dan samurainya memancung. Tapi lelaki buta itu sungguh perkasa. Dia tak mencabut samurainya. Melainkan membungkuk dan melangkah dua langkah ke belakang! Serangan maut itu menerpa tempat kosong. Dan begitu dia berhenti melangkah suaranya terdengar lagi:
“Kami bertengkar soal penggunaan uang itu…” suaranya terputus oleh serangan beruntun dari Zendo. Kali ini dia mencabut samurainya dan menangkis. Lalu melangkah menghindar dan suaranya terdengar lagi:
“Keluarga Kendo mewariskan uangnya dalam bentuk uang emas. Hal ini dia lakukan karena seluruh keluarganya punah. Dia tak punya turunan lagi. Kendo Sansui adalah keturunan terakhir. Dan sebelum mati dia menyerahkannya ke kuil Kofukuji dengan maksud digunakan untuk mengembangkan agama serta untuk amal sosial lainnya”
Kali ini Zendo tak menyerang. Meski dengan samurai tetap teracung tinggi di atas kepala, dia menjawab omongan Zato Ichi:
“Ya itu jelas. Tapi kenapa engkau datang mencampuri urusan kuil?”
“Karena saya adalah salah seorang dari pendiri kuil itu…”
Zendo tertegun. Si Bungsu juga.
Zendo berputar ke belakang Zato Ichi dengan samurai tetap siap menyerang. Namun dia belum menyerang. Suaranya terdengar lagi:
“Meski engkau pendiri, tapi yang memimpin kuil saat itu adalah abangku. Dan engkau datang minta bahagian dari harta wakaf itu bukan?”
“Barangkali begitulah yang disiarkan orang. Namun saya tidak sejahat dan sehina itu. Buat apa uang bagi saya? Tak ada perempuan yang mau jadi isteri saya untuk saya berikan uang. Bahkan pelacur-pelacur pun menghindar dari saya. Untuk menghidupi tubuh buruk dengan mata buta ini, saya masih punya tangan untuk bisa mencari nafkah. Tak usah mengambil harta dan hak kuil…”
Kali ini samurai Zendo perlahan turun ke bawah. Dia menatap dengan tatapan yang sulit diartikan pada Zato Ichi.
Lama. Kemudian suaranya bertanya:
“Lalu kenapa terjadi pertumpahan darah malam itu?” Zato Ichi tak segera menjawab. Dia menarik nafas. Panjang dan berat. Akhirnya dengan kepala menunduk dalam dia bicara perlahan:
“Abangmu menginginkan uang itu untuk keperluan lain….”
Zendo mengerutkan kening.
“Saya tak mengerti….” Katanya.
“Maafkan saya. Bukankah ayahmu berasal dari daerah Tionggoan di daratan Tiongkok?”
“Ya…”
“Nah, itulah soalnya…”
“Saya tak mengerti…” desak Zendo.
“Maafkan saya kalau harus menceritakan hal ini dihadapan orang banyak. Saat itu perang berkecamuk antara Jepang dengan Tiongkok. Tiongkok ingin memerdekakan negerinya dari jajahan Jepang. Abangmu ingin mengirimkan uang itu ke Tiongkok untuk membantu pemberontakan melawan Jepang…”
“Bohong!!” bentakan Zendo memecah dan dia mebuka serangan. Kali ini serangannya bertubi-tubi. Tadi Zato Ichi memang sengaja tak melawannya. Sebab dia menghemat tenaga. Tapi kini dia harus mengerahkan tenaganya itu.
Dua kali serangan berhasil dia elakkan. Namun pancungan keempat terlambat dia tangkis. Tak ampun lagi, pahanya seperti akan belah dimakan samurai Zendo.
Tapi setelah itu Zendo menghentikan serangannya. Si Bungsu menatap dengancemas darah yang mengalir dari paha Zato Ichi.
“Kalau kau tak hentikan omong kosongmu tentang abangku, kucencang tubuhmu saat ini…” suara Zendo terdengar terengah-engah. Dia nampaknya benar-benar tak ingin keluarganya dicap menghianati Jepang.
Sambil menahan sakit dan sambil tetap bertahan tegak, Zato Ichi yang luka parah itu berkata:
“Itulah kisah sebenarnya Zendo-san. Malam itu, hadir utusan yang akan dia kirim ke Tionggoan. Yaitu pendeta yang sama-sama mati dengannya. Ketika saya menghalangi niatnya, dia jadi berang. Takut rahasianya akan terbongkar, dia lalu menyerang saya bersama pendeta itu. Namun saya mengalahkan mereka. Semata-mata untuk membela negeri ini dari penghianatan. Meski untuk itu saya terpaksa membunuh seorang sahabat…”
Zendo kembali menyerang. Kali ini nyawa Zato Ichi memang diujung tanduk. Dia tak menangkis. Melainkan mengelak dengan mundur. Suatu saat tubuhnya membentur tubuh anak buah Zendo yang tegak melingkar.
Dan anak buah Zendo ini menolakkan tubuh Zato Ichi yang lemah itu ke depan. Ke arah Zendo! Namun si Bungsu tak membiarkan kesempatan itu.
@
Tikam Samurai - II