Perasaan bahwa selama ini dia dibohongi si Bungsu.
“Ya…” kata Michiko menyambung penjelasannya..” saya tahu hal itu dengan pasti. Karenanya dia menceritakannya pada saya…”
“Apakah dia sebutkan nama gadis itu pada nona?” Overste Nurdin bertanya ingin tahu.
“Ya. Dia sebutkan….namanya, kalau saya tak salah adalah Salma….” Jantung Salma seperti akan meledak. Dia menunduk. Malu, bangga dan khawatir berbaur menjadi satu.
Dia kawatir akan perasaan suaminya yang akan jadi tersinggung. Namun Overst eitu tersenyum. Bahkan dari mulutnya kemudian terdengar tertawa renyai.
“Kenapa tuan jadi tertawa?” Michiko heran. Salma makin menunduk.
“Apakah benar itu gadis yang jadi kekasih si Bungsu, yang menantinya dikampungnya?”
“Ya. Itulah nama yang dia sebutkan…”
“Nona, kalau begitu nona tak usah khawatir. Kekasihnya itu sudah menikah…” kata Nurdin sambil tersenyum. Michiko heran dan menatapnya dengan perasaan ingin tahu.
“Ya. Gadis yang nona sebutkan itu telah menikah. Apakah tadi nona tak mendengarkan ketika saya memperkenalkan nama isteri saya ini…?”
Michiko menatap makin heran.
“Saya mendengarnya. Nama nyonya ini…Salma..”
“Ya. Namanya Salma…”
“Apa hubungannya dengan Salma yang saya sebutkan tadi?”
Michiko balas bertanya heran.
Nurdin dan Salma saling pandang. Tapi Nurdin masih coba tersenyum.
“Nona, jangan khawatir. Tak ada seorang gadispun yang menanti si Bungsu dikampungnya. Salma yang dia sebut pada anda itu adalah isteri saya ini…”
Michiko terngangak. Menatap pada Nurdin dan Salma bergantian. Bermain-mainkah orang ini, pikirnya. Namun kedua orang itu memang tak sedikitpun bermain-main. Mereka memang bersungguh-sungguh. Dan Michiko dapat membaca kesungguhan mereka itu.
Dan kalau tadi Michiko menatap Salma, dia hanya merasa betapa cantiknya isteri Overtse itu. Dan dia membandingkan, adakah Salma kekasih si Bungsu itu secantik Salma ini pula? Samasekali tak terlintas dalam kepalanya bahwa inilah Salma yang kekasih si Bungsu itu.
Dia tak menduga karena masih berfikir pola Jepang. Di Jepang memang tak sedikit orang yang senama. Yang senama dengannya, yaitu nama Michiko, di Universitas Tokyo dimana dia kuliah dulu, ada sekitar seratus orang. Tapi nama depan tak jadi soal disana. Seorang lebih dikenal dengan nama keluarganya. Seperti dirinya adalah anak Saburo Matsuyama. Maka dia lebih dikenal dengan sebutan nona Matsuyama. Persamaan nama dinegerinya tak ada persoalan. Dan bukan hal yang aneh.
Nah, tadipun ketika Nurdin mengenalkan Salma padanya, dia hanya menyangka bahwa Salma yang senama dengan Salma yang kekasih si Bungsu. siapa nyana, bahwa Salma yang kekasih si Bungsu dengan Salma yang ini orangnya adalah satu.
“Oh, maaf. Saya tak tahu. Maaf…” katanya gugup.
“Tak ada yang harus dimaafkan nona. Saya sendiri ketika menikah dahulu, tak tahu samasekali bahwa calon isteri saya ini adalah kekasih teman saya. Dan isteri saya juga tak pernah menduga bahwa calon suaminya adalah sahabat kekasihnya. Semua baru jadi jelas tatkala si Bungsu muncul di kota ini lima bulan yang lalu.
Dan tak seorang pun diantara kami yang harus dipersalahkan. Nasib yang diatur oleh Yang Maha Kuasa telah menyebabkan hal ini. Begitu bukan?”
Michiko mengangguk perlahan. Dan Salma dapat membaca pada air muka gadis itu bahwa gadis Jepang ini jadi lega hatinya.
Ketika tak ada lagi yang akan dibicarakan, dan Minchiko sudah merasa cukup mendapat informasi, dia lalu pamitan.
Dia diantar ke ruang bawah oleh Salma.
Dan di ruang bawah, kesempatan bagi Salma untuk bicara dengan Michiko. Mereka berhenti, dan saling pandang. Seperti ada persepakatan antara kedua perempuan cantik itu untuk saling bertanya. Salma lah yang terlebih dahulu membuka suara:
“Apakah si Bungsu bercerita tentang hubungan kami…?”
Michiko menatap Salma. Kemudian mengangguk.
“Dia memang tak bercerita banyak tentang nyonya…’
“Panggil saja nama saya, Salma. Tak usah pakai sebutan nyonya…”
“Ya, dia hanya bercerita tentang seorang gadis yang dia cintai. Tapi dia mengatakan bahwa gadis itu, maksud saya anda, mencintai dirinya. Saya melihat cincin dijarinya. Dan ketika saya tanyakan dia akui cincin itu pemberian anda…”
Salma menarik nafas. Ada kebahagian menyelundup dihatinya. Si Bungsu bercerita pada gadis secantik ini, bahwa dia mencintai dirinya. Oh….alangkah!
“Apakah anda mencintainya?” tiba-tiba Michiko dikagetkan oleh pertanyaan Salma. Dia tatap nyonya atase militer itu. Dia ingin menyelidik, apakah dalam pertanyaan itu ada nada cemburu. Namun mata perempuan itu alangkah beningnya. Dan yang terlihat didalam pancaran matanya hanyalah keikhlasan.
@
Tikam Samurai - III