Membawanya masuk dan mengantarkan ke bahagian front office. Di sana, dua orang gadis yang hanya mengenakan kutang, memperlihatkan sebahagian besar dari dadanya yang ranum, menerima mereka. Mulai dari mencatatkan nama, menentukan kamar, lalu mengantarkan mereka ke kamar.
Yang mengantarkan seorang gadis dengan pakaian Ceong Sam yang lazim dipakai di negeri Cina. Belahan samping baju itu seperti dirobek. Mulai dari mata kaki, sampai ke atas pinggul. Belahan itu menampakan betis, paha, pinggul yang tak bertutup. Mereka menaiki lif yang modelnya kuno sekali. Sebuah kotak empat segi dengan tutup seperti jerajak besi di penjara. Ketika tombol bernomor dipencet, yaitu tingkat dimana mereka akan ditempatkan, lif itu memperdengarkan bunyi berdenyit. Persis seperti membuka pintu di rumah-rumah kuno.
Gadis yang memakai baju “robek lebar” di paha, dan model dada terkelayak separuhnya itu tersenyum manis. Tongky mengerdipkan mata pada gadis itu. Mereka menempati kamar 707. Gadis itu mengantarkan mereka sampai ke dalam kamar. Menunjukan letak kamar mandi, tempat sabun, lemari pakaian, handuk dan lain-lain.
‘’Jika Anda butuh apa saja, tekan bel itu… dan ngomong lah, mintalah. Apa saja, akan kami layani…’’ ujar gadis itu.
‘’Kalau kami minta Anda, Nona..?’’ ujar Tongky memulai kedegilannya.
‘’Tuan hanya tinggal menekan aiphone itu, dan katakan pada bos saya, bahwa saya demam dan harus berada di kamar ini untuk jangka waktu yang ditentukan..’’ gadis itu menjawab penuh sikap profesional. Tongky bersiul.
‘’Terimakasih, kami akan pikir tombol mana yang akan kami tekan setelah kami mandi nanti..’’ ujar bekas pasukan Baret Hijau itu sambil meletakan uang sepuluh dollar ke belahan dada gadis itu, yang terbuka dua pertiga bahagiannya. Gadis itu tersenyum dan meninggalkan kamar.
‘’Wow, inilah Dallas Bungsu. Sambutan untuk kita di hotel ini ternyata cukup lumayan’’.
Si Bungsu yang sejak tadi sudah merebahkan diri di pembaringan menatap isi kamar itu. Kamar itu luar biasa mewahnya. Seluruh lantainya di alas permadani biru. Dindingnya juga berwarna biru. Alas kasur dan selimut tebalnya juga berwarna biru dan mewah. Tiba-tiba ada suara di aiphone dalam kamar itu.
‘’Tuan, jika tuan ingin dipijat, kami akan mengirimkan dua orang pemijat ke sana..’’
‘’Apakah tukang pijatnya lelaki atau perempuan?’’ tanya Tongky dari pembaringannya.
‘’Tuan boleh pilih..’’ jawab aiphone itu.
Tongkay tertawa bergumam dan mengucapkan terimakasih. Buat sementara mereka hanya memesan minuman. Tongky memesan gin yang tal ada dalam kulkas kecil di kamar dan si Bungsu memesan teh panas. Hari sudah malam ketika mereka sampai di hotel itu. Karenanya tak seorangpun diantara keduanya yang berminat untuk meninggalkan hotel. Mereka memilih untuk tidur dan istirahat. Sehabis memesan minuman mereka memesan makan malam. Berupa ayam goreng dan nasi putih.
“Apakah Tuan ingin makan malam di kamar?”tanya gadis pengantar minuman.
“Ya, kami makan di kamar saja…”
“Perlu ditemani?”Cara orang-orang hotel ini menjajakan seks, menjejalkannya pada tamu,tanpa rasa malu dan tanpa pandang bulu, benar-benar mendatangkan risih, khususnya pada si Bungsu. Tongky nampaknya mengerti jalan pikiran temannya itu.
“Begitulah keadaannya di sini, kawan. Mereka juga cari makan.disini persaingan luar biasa kerasnya. Jika mereka tidak menawarkan dengan gencar, maka ada harapan langganan membeli barang lain. Begitu hukum dagang,bukan?”
Si Bungsu tidak mengomentari. Tidak lama pesanan makan malam itu di antarkan oleh dua orang gadis yang pakaiannya juga merangsang. Malam itu mereka tertidur karena letih yang amat sangat. Esoknya ketika bangun pagi, si Bungsu melihat Tongky sudah lebih dulu bangun. Negro yang baik hati itu tengah latihan Push-up. Menelungkup di lantai dengan bertelekan telapak tangannya,kemudian mengangkat dan menurunkan badannya yang penuh otot
Si Bungsu kekamar mandi dan mengambil wudhu. Ketika berwudhu itulah entah mengapa tiba-tiba saja, sebuah perasaan tak sedap menyelinap dihatinya. Bayangan Tongky melintas amat cepat dalam pikirannya. Dia berhenti berwudhu ketika baru sampai membasuh telinga. Cepat dia keluar kamar mandi dan melihat tongky. Negro itu masih melakukan push-up berkali-kali, dalam kamar itu tidak ada orang lain!
Si Bungsu menarik napas panjang, lega. Dia kembali kekamar mandi dan melanjutkan berwudhu. Kemudian sembahyang tak jauh dari tongky yang merubah gerakan push-up dengan gerakan lari-lari dalam posisi jongkok dalam kamar itu. Negro bekas pasukan Green barret itu tetap menjaga tubuhnya dengan latihan ringan setiap hari.
Biasanya si Bungsu juga melakukan hal yang sama setelah sembahyang subuh. Namun kali ini setelah sembahyang sekitar jam setengah enam pagi waktu setempat itu,dia tidak melakukan olah ringan itu. Dia duduk di sisi pembaringan, menatap Tongky yang meloncat-loncat sambil jongkok di seputar kamar.
“Hei, kau tidak sport kawan?”seru Tongky sambil masih loncat-loncat jongkok.
“Saya kurang enak badan….”katanya.
@
Tikam Samurai - V