Saat itulah temannya yang seorang lagi sadar bahwa bahaya tengah mengancam temannya, dia lalu diam-diam menyerang dari belakang. Namun Datuk Berbangsa memutar Jepang yang masih dia piting itu. Jepang itu dia jadikan sebagai perisaai. Sementara serdadu itu tak berdaya menggerakkan samurainya, karena tangannya tengah dicengkam amat kuat.
Si kurus tidak bisa berbuat banyak. Dia harus hati-hati agar serangannya tak mengenai kawan sendiri. Mereka berputar-putar sejenak. Suatu saat Jepang itu berputar dengan cepat. Karena tengah memiting lawan, Datuk Berbangsa tidak dapat bergerak lincah. Dia kurang cepat berputar. Saat itulah serangan Jepang itu datang dari belakang. Namun kembali suatu keajaiban terjadi. Datuk Berbangsa kiranya sengaja memancing dengan membiarkan lawannya ke belakangnya. Dan ketika angin serangan samurai itu datang, dia meluncurkan dirinya ke bawah. Menjatuhkan diri dan bertekan di tanah dengan lutut kanan. Samurai lawannya yang dia piting itu tiba-tiba berpindah ke tangannya. Dalam suatu gerakan yang sempurna samurai di tangannya dia tikamkan ke belakang tanpa menoleh sedikitpun. Tapi lawan di belakangnya bukan pula sembarang samurai.
Gerakannya ternyata amat cepat. Meski Datuk Berbangsa sempat selamat dari bacokan yang fatal, namun tak urung punggungnya robek sehasta. Mulai dari bahu kanan mereng ke lambung kiri. Darah membanjir. Dan saat itu pula Jepang yang menyerang dari belakangnya itu terhenti dan terpekik. Samurai kawannya yang berhasil dirampas dalam suatu gerakan yang disebut Piuh-pilin dari jurus Kumango yang sempurna dan dihujamkan ke belakang oleh Datuk Berbangsa, kini menancap hampir separohnya ke dada Jepang itu.
Samurai itu tembus dan menyembul keluar dari baju di punggungnya! Semua Jepang yang ada di sana jadi tertegun kaget dan kagum akan kehebatan perkelahian itu. Belum pernah mereka melihat perkelahian antara pribumi memakai samurai sedahsyat ini. Belum sekalipun! Datuk ini benar-benar memiliki ilmu silat yang tangguh, pikir mereka. Jepang bertubuh kecil itu masih tertegak diam. Matanya berputar. Dia tegak setengah hasta di belakang Datuk Berbangsa yang masih memegang samurai itu dengan kuat. Lambat-lambat Jepang itu mengangkat samurai di tangan. Dan menebaskannya ke leher Datuk Berbangsa yang masih tetap berlutut membelakanginya. Namun gerakan Jepang itu hanya sampai mengangkat samurai saja. Setelah itu gerakannya terhenti tiba-tiba. Dan tubuhnya rubuh ke belakang. Mati! Semua orang terdiam.
Tapi isteri Datuk Berbangsa terpekik melihat darah di punggung suaminya. Dia berlari menghambur ke tengah lingkaran. Tapi Kapten Saburo Matsuyama menganggap sudah cukup memberi angin pada Datuk itu. Dalam marahnya yang luar biasa, dia mencabut samurai, dan di saat isteri Datuk itu lewat di sampingnya, samurai itu beraksi. Isteri Datuk itu tersentak, tapi dia masih tetap melangkah ke arah suaminya. Tubuhnya telah hoyong tatkala mencapai suaminya.
“Uda….perempuan itu rubuh ke pangkuan suaminya.
“Jahannam…….Jepang jahannaam!” Datuk Berbangsa memekik. Dan meletakkan isterinya di tanah. Dengan punggung robek dia tegak menghadapi Kapten Saburo.
Saburo dengan mata yang nyalang menatapnya. Kini Datuk itu menyerang duluan. Tetapi mungkin karena keahlian Saburo memang jauh lebih tinggi dari pada anak buahnya, atau mungkin pula karena Datuk itu dalam keadaan luka, perkelahian mereka kelihatan tak seimbang.
Datuk Berbangsa memegang samurai dengan menghadapkan ujungnya ke belakang, dia menikamkannya ke arah Saburo. Sebuah tikaman ke belakang yang tadi telah menghabisi nyawa serdadu yang menyerangnya dari belakang. Sabetannya yang pertama, yang mengarah ke depan, membunuh serdadu yang tadi dia piting lehernya. Tapi tikaman samurai ke belakang itu tak mengenai sasaran. Saburo menghayunkan samurai dalam tiga serangan berantai. Datuk Berbangsa menangkisnya. Namun serangan tiga serangkai itu merupakan serangan tangguh. Begitu dia menangkis sabetan samurai Saburo, dia merasakan tangannya kesemutan. Tanpa dapat dia cegah, samurai di tangannya lepas. Bukan main hebatnya tehnik dan tenaga Saburo.
Samurai itu melayang ke udara. Datuk Berbangsa tak mau menanti. Dia mengirim sebuah tendangan. Dan tendangan itu tak diduga sedikitpun oleh Saburo. Kapten itu terjajar ke belakang karena perutnya kena hajar tumit Datuk Berbangsa. Dia jatuh berlutut. Dan saat itu samurai yang tadi terlambung meluncur turun ke atas kepala Saburo.
Tapi perwira Jepang ini memang seorang samurai pilihan. Dia mendengar desiran angin samurai yang menghunjam ke arah kepalanya itu. Tanpa menoleh ke atas, dia memutar samurai di atas kepalanya. Dan samurai itu kena dipapas, dan dengan amat laju melayang ke arah Datuk Berbangsa. Datuk itu coba mengelak, namun samurai tersebut terlalu cepat. Dan karena dia coba mengelak, tubuhnya miring ke kiri. Dan crepp!! Samurai itu menancap separoh ke dada kirinya. Menembus jantung! Tembus ke punggung! !
Datuk Berbangsa tertegak. Dia tak mengeluh sedikitpun. Si Bungsu terlonjak.
“Ayaaah” pekiknya, namun dia takut untuk bangkit.
Ayahnya tak menoleh ke arahnya. Lelaki tua perkasa dan keras seperti baja itu lambat-lambat jatuh di atas kedua lututnya. Matanya masih menatap Saburo.
“Beginikah sikap satria seorang samurai yang dibanggakan itu? Membunuh seorang perempuan dan menghantam orang yang luka?” Datuk Berbangsa bertanya dengan tatapan mata yang membuat hati Saburo jadi ciut.
@
I. Tikam Samurai