Tikam Samurai - 153

Dan hal lain itu segera terbukti, takkala anak yang ditanya dan disodorkan gula-gula itu menghadap pada teman sebayanya disampingnya tegak dan bertanya.
“Apo nyie bowuok go ang..?”Apa kata monyet ini? Temannya segera menjawab :
“Inyo maagie ang gulo-gulo”(Dia memberi engkau gula-gula)
Anak itu tertawa. Mengambil gula-gula itu.
“Mokasi yo wuok” (makasih nyet)
Kemudian membuka bungkusnya dan memakannya. Lalu pergi dari sana ke arah kumpulan orang banyak, tanpa mengacuhkan pertanyaan KNIL itu. Soalnya anak-anak dikampung itu seperti umumnya anak-anak dikampung lain diseluruh Indonesia, tak pandai berbahasa Indonesia.
Bahasa mereka adalah bahasa kampung mereka sendiri. Saat itu belum berapa orang jumlah yang mengecap bangku sekolah. Dan yang tak berapa orang itu, semuanya adalah anak-anak yang berdiam di kota. Bukan di kampung.
KNIL yang gula-gula diambil itu hanya bisa garuk-garuk kepala. Dan dari mereka, serta dari penduduk, tak ada keterangan yang diperdapat. Jawaban tetap seperti kemaren. Yaitu kedua kendaraan itu menuju ke Teratak Buluh.
Tak lama kemudian, dua belas pencari jejak yang disebar kembali melapor pada Mayor yang memimpin operasi pencaharian itu. Kedua belas orangnya melaporkan tak menemukan jejak apapun! Rupanya Liyas dan penduduk Marpuyan telah bekerja dengan sempurna. Jejak kedua kendaraan itu memang berhasil dihapus seperti yang dikatakan si Bungsu. Demikian sempurnanya, sehingga tentara Belanda yang dalam perang Dunia ke II yang baru lalu tugas khususnya adalah mencari jejak kini tak menemukan apa-apa.
Liyas yang menanti kembalinya pencari jejak itu dengan perasaan tenang jadi merasa lega takkala dia lihat kedua belas pencari jejak itu melapor dengan perasaan kecewa.
Akhirnya penduduk dibubarkan dengan ancaman-ancaman. Mayor yang memimpin itu adalah Mayor Antonius. Dalam perang Dunia ke II melawan Jepang di Pasifik dia memimpin Kompi Gerak Cepat bersama sepasukan tentara Amerika di Pulau Guam.
Dan kali ini, firasat Myor itu mengatakan bahwa jeep dan power yang lenyap misterius itu pastilah melewati jalan kecil menuju Buluh Cina ini kemaren.
Tapi dia merasa heran, kenapa pencari jejak yang tangguh itu tak menemukan apa-apa?
Dia memerintahkan untuk menyelusuri jalan kecil itu terus ke pedalaman. Enam kendaraan yang siap perang itu segera merayap mengikuti jalan yang kemaren memang ditempuh si Bungsu dan teman-temannya.
Liyas dan pejuang-pejuang lainnya menjadi tegang takkala melihat bahwa Belanda itu meneruskan jalan ke Buluh cina.
“Bagaimana sekarang?” seorang pejuang bertanya pada Liyas.
“Kita hanya bisa berserah diri pada Tuhan…” jawab Liyas.
“Kita bisa ke Buluh Cina lewat Teratak Buluh”
“Tak mungkin lagi. Untuk kesana dibutuhkan satu jam pakai sepeda. Kemudian dengan sampan enam jam ke buluh Cina. Sedangkan mereka dalam waktu satu jam sudah akan sampai…” Suman berkata perlahan sambil menatap kendaraan itu lenyap di tikungan.
“Bagaimana kalau ketahuan?”
“Ada dua kemungkina. Pertama semua kita mereka tembak dan Buluh Cina mereka gempur. Kedua mereka kita cegat ketika kembali”.
“Itu berarti bunuh diri. Kita tak punya kekuatan apa-apa. Disini kita hanya ada sebelas orang dengan empat pucuk senjata api, selebihnya hanya memakai kelewang, parang, pisau dan bambu runcing!”
“Bagaimana putusan kita?”
“Saya berharap mereka tak menemukan apa-apa. Semoga lewat Bancah Limbat hujan turun malam tadi. Dan jejak terhapus sama sekali…..”
Dan memang itulah yang terjadi. Malam tadi hujan meski tak lebat, tapi turun dibahagian hutan lewat rawa yang bernama Bancah Limbat sampai Kutik. Dan semuanya melenyapkan jejak kemaren.
Belanda meneliti tiap jengkal yang mereka lewati dalam usahanya mencari jejak patroli yang lenyap itu. Tak lama kemudian mereka berhenti disebuah sungai kecil yang melintasi jalan.
Sungai itu jernih sekali airnya. Jernih dan sejuk dengan pasir putih didasarnya. Mayor Antonius menyuruh berhenti jeep komandonya. Dia tegak dibangku. Memandang dengan teropong kependakian diseberang sungai dangkal itu. Tak ada apa-apa yang mencurigakan.
Dia turun. Mencuci muka disungai kecil yang sejuk itu. Meminum airnya yang juga terasa sejuk. Sementara dia mencuci muka dan minum itu, pasukannya siap dikedua sisi jalan dengan senjata siaga.
“Kita kembali!” perintanya. Dan semua kendaraan itu, satu persatu berputar disungai kecil tersebut. Daerah dibawah pendakian itu memang cukup lebar untuk berputar. Kendaraan berputar disana sambil menambah air untuk kendaraan mereka.
Dan putusan Mayor itu termasuk hal yang menyelamatkan penduduk kampung Kutik, Buluh Cina dan Perhentian Marpuyan!.



@



Tikam Samurai - 153