Tikam Samurai - 179

Hannako memang bernasib malang. Lelaki yang menyeretnya ke kamar itu telah merobek pakaiannya. Dan menampar Hannako berkali-kali hingga gadis itu terkulai lemah.
Dan dalam keadaan begitulah dia memuaskan nafsu jahanamnya! Cukup lama dia berbuat demikian. Kemudian keluar kamar sambil menghapus peluh.
“Giliranku….” Kata yang bertubuh pendek sambil berjalan ke kamar. Dan saat itu di luar terdengar orang bernyanyi menuju ke rumah.
Suaranya terdengar berat dengan nada barito.
“Watashi o wasurenaide kudasai…
Nakanaide kuda-sai
Ame ga futtemo ikimasu”
(Jangan lupakan saya
Jangan menangis
Meskipun hujan turun, saya akan pergi)
Nyanyian itu adalah nyanyian pelaut-pelaut yang berangkat meninggalkan pelabuhan. Yang menyanyi adalah Kenji abang Hannako.
Dia tiba di pintu depan yang tertutup.
Berhenti sejenak di bawah teras depan. Membuka mantel tebalnya yang dipenuhi salju. Mengipaskannya.
“Hanako-saaan……” panggilnya sambil menyangkutkan mantelnya di paku di tiang depan. Kemudian dengan menjinjing Judoki (pakaian Judo) nya dia membuka pintu. Dia membuka pintu sambil hidungnya mencium bau harum masakan Hannako yang terletak di meja.
Siulnya berhenti. Dua lelaki berpotongan kasar yang tak dia kenal kelihatan duduk di meja dan di kursi. Duduk dengan sikap yang benar-benar kurang ajar.
Kedua orang itu memandang padanya dengan sikap cengar cengir dan anggap enteng.
Kenji masih akan bersikap sopan bertanya siapa mereka, tapi pertanyaan itu dia lulur cepat takkala dari pintu yang terbuka dia lihat Hannako terlentang tanpa pakaian. Dan disampingnya berdiri seorang lelaki yang tengah menanggalkan celana.
“Hanako………!” serunya sambil menghambur. Namun secepat itu pula kedua lelaki itu memegangnya. Dia meronta.
“Diamlah anak baik. Adikmu tak apa-apa. Dia justru tengah merasakan nikmatnya hidup….”
Kenji menggertakkan gigi. Dan tiba-tiba dengan sebuah bentakan nyaring, orang yang memegang tangan kanannya dia renggutkan. Dan dengan sebuah bantingan yang telak orang itu terhempas ke lantai.
Tak hanya berhenti disitu, tangan kanannya bergerak cepat pula. Dan yang tegak di kirinya kena bogem mentah yang tak tanggung-tanggung. Sebuah pukulan karate bernama Cudan tsuki menghajar gigi lelaki itu hingga rontok senam buah! Lelaki itu terlolong.
Lelaki yang dikamar mengurungkan niatnya. Mengahmbur ke luar kamar dan di tangannya memegang samurai pendek.
“Hai! Berani kau melawan Jakuza…” katanya sambil mengayunkan samurai pendek itu. Namun Kenji yang telah kalap melihat adiknya diperkosa menghantam tangan lelaki itu dengan sebuah tendangan Mae Geri yang telak.
Tangan orang itu berderak. Sikunya kena tendangan Kenji. Samurainya terlempar ke atas dan menancap di loteng. Dan serangan berikutnya merupakan sebuah tendangan Kikomi. Tendangan menyamping yang menghajar dada lelaki itu.
Dia tersurut dengan mata mendelik. Jantungnya pecah kena tendang. Dan maut merenggutnya segera!
Namun saat itu pula sebuah tikaman samurai dari lelaki yang tadi dia banting tak bisa dihindarkan. Lelaki itu, setelah merasakan sakit yang amat sangat, merangkak bangkit dan menghunus samurainya.
Dan ketika Kenji memusatkan amarah dan konsentrasinya pada lelaki yang keluar dari kamar adiknya itu saat itu pula tikaman tiba.
Rusuknya terasa pedih begitu samurai merobek kimono dan pakaian dalamnya. Darah menyembur. Tikaman samurai itu cukup dalam dan memanjang.
Dia berbalik, dan samurai itu kembali menghajar perutnya. Dia terpekik. Perutnya robek dan darah menyembur lagi. Dia jatuh terduduk. Dan saat itu pintu terbuka.
Di pintu tegak si Bungsu!
Kedua lelaki anggota Jakuza itu menoleh. Si Bungsu tegak dengan mulut terpaut rapat. Matanya bersinar seperti api yang siap membakar.
“Siapa kau!” desis lelaki yang memegang samurai itu. Si Bungsu menyapu ruangan itu dengan pandangan mata. Dan sekilas dia dapat menerka apa yang terjadi.
Teman anggota Jakuza yang pernah dia bunuh ketika menolong Hannako di terowongan daerah Yotsui dulu, kini datang lagi mencari Hannako.
Dan dari pintu kamar Kenji yang terbuka, dia melihat kaki sebatas paha Hannako terkulai ke bawah tempat tidur.



@



Tikam Samurai - 179