Tikam Samurai - 208

Tentu saja si Bungsu ingat. Peritiwa itu terjadi di daerah Ginza. Dia akan mencari Kenji ke Shibuya. Dan dia bertanya pada seorang gadis, kereta mana yang akan menuju Shibuya.
Gadis itu tak segera menjawab. Melainkan menatap dahulu pada dirinya. Ketika itu diketahuinya bahwa pemuda yang bertanya itu adalah orang asing, yang nampaknya dari Malaya atau Philipina atau Indonesia, dia lalu membuang muka dan melanjutkan perjalanan tanpa menjawab pertanyaannya.
Dan dua hari setelah itu, ternyata gadis itu di selamatkan di Asakusa!
“Masih ingat?” tanya Michiko.
Tanpa memindahkan tatapan matanya dari mata Michiko si Bungsu mengangguk dan tersenyum kecil.
“Saya menyesal…maafkan saya Bungsu-san…” Michiko berkata perlahan. Di sudut matanya ada air menggenang.  Bungsu  tersenyum dan berkata lembut.
“Jangan dipikirkan. Lupakanlah…”
Tiba-tiba Michiko menyandarkan kepalanya ke bahu si Bungsu. Bungsu jadi gugup dan berdebar.
“Tenanglah…’ katanya sambil memegang rambut Michiko yang keluar dari balik topi bulu binatangnya.
Perlahan Michiko mengangkat wajahnya kembali. Mereka bertatapan lagi. Perlahan si Bungsu menghapus air mata di pipi Michiko dengan jari-jari tangannya.
“Domo arigato….” Kata Michiko.
“Lihatlah keluar sana, indah sekali. Negerimu sangat indah…” kata si Bungsu. michiko menoleh keluar. Kemudian menoleh lagi pada si Bungsu. Dia tersenyum.
“Belum juga berangkat kereta ini?” tanya si Bungsu.
“Ya, biasanya sudah berangkat..” jawab Michiko. Ucapan mereka baru saja habis takkala Kondektur dengan wajah pucat datang bergegas pada mereka.
“Larilah… me…mereka datang…!” Kondektur itu bicara gugup pada si Bungsu. si Bungsu dapat segera menebak bahwa yang datang itu adalah komplotan lelaki tadi yang kalau tak salah dengar ada penompang yang bilang bahwa mereka dari komplotan Kumagaigumi.
Michiko jadi pucat. Penompang yang lain juga pada panik. Namun belum satupun yang sempat mereka perbuat ketika empat lelaki berwajah tak menyedapkan naik ke Kereta Api itu. Dan langsung ke gerbong dimana si Bungsu dan Michiko duduk.
Ke Empat lelaki itu tiba-tiba saja sudah tegak di gang di depan si Bungsu.
Satu diantaranya adalah yang kurus seperti jailangkung. Yang giginya rontok dua buah digetok hulu samurai si Bungsu tadi.
“Dialah jahanam itu….” Kata lelaki tersebut dengan suaranya yang mirip suara gagak.
Seorang lelaki bertubuh sedang, dengan samurai di tangan kiri, bermata sipit berambut gondrong, yang nampaknya boss diantara yang empat orang itu, menatap dengan mengerenyitkan matanya pada si Bungsu.
“Dia?” tanyanya dengan nada tak percaya. Sementara mulutnya masih tetap kemat-kemot mengunyah sesuatu.
“Ya, dialah anjing itu…” pekik si Kurus. Michiko memegang tangan si Bungsu. memegang tangan kirinya. Sementara keempat bajingan itu berada di sebelah kanan mereka.
“He, kau, berdiri…!” perintah lelaki itu.
Suaranya mirip geraman harimau. Si Bungsu berdiri. Michiko yang akan berdiri dia suruh tetap duduk.
“Tetaplah duduk Michiko…” katanya sambil menanggalkan pegangan tangan gadis itu dari lengannya. Dia berdiri. Tegak sedepa dari keempat lelaki Jepang yang menatapnya dengan perasaan heran itu
Terutama lelaki yang tengah mengnyah yang nampaknya sebagai pimpinan itu. Dia tak yakin, apakah anak muda asing ini memang sanggup mengalahkan dua orang anak buahnya yang terkenal itu.
“Apakah engkau tadi yang merontokkan giginya?” lelaki bertubuh sedang itu bertanya sambil tetap mengunyah sesuatu. Nampaknya seperti gula-gula karet, sambil menunjukkan jempolnya pada si kurus kerempeng yang jangkung.
“Dia yang minta. Saya telah minta dia untuk pergi baik-baik. Namun dia lebih menyukai giginya rontok…” si Bungsu menjawab seadanya.
Dan hal itu menyebabkan si kurus kerempeng itu menggebrak maju akan menghantam si Bungsu. nampaknya keberaniannya jadi tumbuh dekat teman-temannya ini.
Namun gerakan majunya tertahan oleh tangan temannya yang bertubuh kekar.
“Marilah kita sikat dia….” Kata lelaki itu.
“Ya, kalian sudahi dia. Dan bawa gadis itu padaku….” Yang mengunyah gula-gula karet itu nampaknya tak mau turun tangan. Pemuda asing itu dia anggap bukan lawannya. Terlalu enteng!



@



Tikam Samurai - 208