Bilal tak tahu apakah antara kedua lawan itu ada yang kena atau tidak. Tapi dia dan semua lelaki yang tertegak diam itu melihat betapa kini kedua mereka saling berhadapan kembali!
Harimau itu tegak mencekam tanah empat depa di belakang si Bungsu. Tegak tanpa cedera apapun. Sebaliknya si Bungsu juga tegak dengan posisi seperti tadi. Dengan tubuh tegak lurus dan dengan kaki yang terpentang lebar. Bedanya kini samurainya kembali telah tersisip dalam sarangnya ditangan kiri. Sementara tangan kananya tergantung lemas!
Dia juga tegak tanpa luka segorespun! Semua mereka menghela nafas. Ini adalah pertarungan yang belum pernah mereka saksikan seumur hidup. Belum pernah dan mungkin tak pernah terjadi untuk kedua kalinya!
Mereka memang banyak mendengar, bahwa pesilat-pesilat tangguh biasanya memutus kaji dengan bertarung melawan harimau. Dan mereka juga tahu, bahwa diantara pesilat-pesilat yang tangguh itu, Bilal konon adalah salah seorang yang telah lulus dari perkelahian seperti ini.
Entah benar entah tidak, tapi sudah menjadi rahasia umum, sudah menjadi buah bibir, bahwa Bilal telah lulus dari ujian dengan “Niniek” belang. Mereka tak mengetahui dengan pasti karena tak melihatnya. Dan sebaliknya Bilal pun tak pernah membantah atau mengiyakan desas-desus itu. Yang jelas dia memang seorang pesilat tangguh yang telah masak!
Dan kini. Manusia melawan harimau! Bila ada kesempatan seperti itu? Maka meski dengan celana basah karena kencing, mereka berusaha juga untuk tetap tegak. Berusaha agar mata mereka terbuka lebar menyaksikan perkelahian itu. Menyaksikan dengan tubuh terguncang-guncang karena menggigil ngeri!
Tiba-tiba mereka menyaksikan sesuatu yang aneh. Di belakang sana, harimau itu kembali mencengkamkan kaki depannya ke tanah. Matanya menatap marah pada si Bungsu yang membelakanginya. Membelakang! Bayangkan, ada manusia yang berani membelakanginya! Bukankah itu suatu penghinaan! Harimau itu benar-benar berang!
Dia tak mau dihina demikain. Apalagi dihadapan tatapan sekian banyak manusia. Dan dia berniat kali ini untuk mengoyak tubuh manusia sombing yang membelakanginya ini!
Akan halnya si Bungsu, kelihatan memejamkan matanya. Kemudian perlahan merendahkan tubuh. Lalu duduk bersila di tanah! Duduk dengan mata tetap terpejam! Inilah yang membuat heran dan terkejut lelaki-lelaki dari Buluh Cina itu. Termasuk Bilal!
Tak seorangpun yang tahu, bahwa jika dia telah berbuat demikian itu berarti disekitarnya nada maut yang siap merengut nyawa setiap makhluk yang mendekati tubuhnya yang diam terpejam itu! Tak seorangpun yang mengetahui itu.
Bahkan Bilal yang pesilat tangguh itu tak pula bisa menangkap secara penuh. Dia hanya bisa menerka-nerka. Bahwa anak muda itu sebenarnya barangkali sedang memusatkan inderanya. Sedang menghimpunsegala makrifat. Tapi itu hanya dugaannya saja. Dia tetap saja cemas meliaht hal itu.
Dan tiba-tiba, tanpa suara sedesahpun seperti tadi, bahkan kini seperti tak ada angin terkuat sedikitpun oleh tubuhnya yang besar dan dahsyat itu, harimau tersebut melesat dengan kecepatan hampir-hampir tiga kali kecepatan loncatannya yang pertama tadi. Meloncat dengan mulut yang diarahkan untuk menerkam tepat-tepat ke tengkuk si Bungsu!
Bilal tak melihat gerakkan sedikitpun dari pihak si Bungsu. Dan saat berikutnya, terlalu cepat buat diikuti mata siapapun. Terlalu cepat! Hanya bayangan yang tak jelas!
Mereka hanya melihat betapa kelebatan bayangan yang cepat itu akhirnya berhenti dalam bancah dari mana si Bungsu tadi melambung ke luar.
Harimau itu tertegak dengan keempat kakinya di bancah itu. Separuh tubuhnya bahagian bawah terendam dalam bancah. Dan dibawahnya terhimpit si Bungsu. Yang kelihatan keluar mencuat dari bawah perut harimau itu hanyalah tangannya!
Tangan anak muda itu menggelepar dan buih aiar menggelembung ke atas! Gelembung air merah! Merah darah! Tangan si Bungsu sekali lagi kelihatan menggelepar. Harimau itu meraung panjang.
Mengejutkan dan membuat isi rimba didarat kampung Buluh Cina itu berteperasan lari. Menyurukkan diri ketempat yang paling jauh. Raungan raja hutan itu benar-benar dahsyat. Bilal sendiri seperti dicopoti tulang belulangnya.
“Ya Allah, Bungsu….” ucapan perlahan terdengar keluar dari bibirnya yang pucat. Demikian hebatnya terjangan harimau itu tadi. Sehingga mementalkan tubuh si Bungsu dan dirinya ke bancah ini. Lontaran yang jauhnya enam depa dari tempat si Bungsu duduk bersila memejamkan mata tadi!
Semua lelaki dari kampung kecil itu tegak dengan wajah pucat dan mulut ternganga. Harimau besar itu menoleh keliling. Dan tiba-tiba tubuhnya miring. Dan rubuh ke dalam air bancah yang telah menjadi merah disekitarnya!
Tangan si Bungsu yang dirinya berada dalam air di bawah perut harimau itu sekali lagi seperti akan memegang sesuatu di udara. Meregang-regang. Kemudian tenggelam ke dalam air. Terlihat gelembung-gelembung air. Dan tiba-tiba kepalanya muncul! Dia menarik nafas terbatuk-batuk.
@
I. Tikam Samurai