Benar, lelaki itu yang tak lain dari si Bungsu.Memang tak mau sembarangan main bunuh.Dia menyeret OPR itu kedalam belukar di penurunan Tambuo.Sebuah tempat angker antara Bukittinggi dan Tigo-Baleh.Jauh dibawah sana,mengalir sebuah sungai yang berbatu dengan arus yang deras dan berbelukar lebat.Di tempat ini,puluhan orang mati sejak pergolakan ini.Sedangkan pada jaman Belanda dan Jepang dulu,tempat ini juga dikenal tempat penyembelihan manusia yang amat ditakuti.
“Ampun pak….Ampunkan saya…Saya jangan dibunuh,saya punya anak dan istri…Saya orang Bukittinggi ini, kita sekampung…”
OPR itu menghiba-hiba,ketika diseret si Bungsu kebelukar dengan kasar.Dia jadi ngeri,ketika tahu kini dia berada di Tambuo!Tiba-tiba si Bungsu menghentikan langkah.Melepaskan si OPR.OPR itu berlutut tiba-tiba.Menangis terisak-isak minta ampun.
“Diamlah!nanti kupotong lehermu…”bentak si Bungsu dengan suara dingin.OPR itu terdiam.
“Berdiri..!”
OPR itu berdiri.
“Kau mengaku orang Bukittinggi,mengaku punya anak dan istri,meminta-minta ampun untuk tak dibunuh.Apakah kau tak pernah berpikir begitu pula orang yang kau bunuh?”tanya si Bungsu geram.
OPR itu terdiam.Si Bungsu menatapnya dengan jijik.Kalau saja dia tahu,bahwa OPR ini tukang tunjuk yang tersohor,yang bernama Nuad Sutan Kalek,dia pasti akan membunuhnya.Nuad adalah tukang tunjuk yang tak kenal belas kasihan. Tapi si Bungsu,seperti yang diucapkannya tadi,memang tak ikut campur Dalam Perang Saudara ini.Dia hanya tak suka orang berbuat sewenang-wenang.kinipun setelah menatap dengan matanya yang tajam,yang membuat bulu kuduk Nuad merinding,anak muda itu lantas beranjak.
Dia menyelusup diantara belukar lebat dan rimbun bambu yang memenuhi Tambuo.Buat sesaat Nuad Sutan Kalek,seperti bermimpi.Benarkah dia lepas begitu saja.?Kalau begitu orang ini bukan PRRI.Sebab kalau PRRI,maka nyawanya pasti sudah melayang.Ketika dia yakin orang yang tak dikenal itu tak ada lagi,dia lalu bergerak.dan begitu sampai dijalan,dia lari pontang-panting ke induk pasukannya di Simpang Aurkuning.
Tak seoarng pun yang tahu dengan pasti.baik PRRI atau pasukan APRI,yang kini menguasai kota-kota di Minangkabau,bahwa sebagian OPR yang mereka bina,sebenarnya orang-orang yang sudah lama dibina Komunis.Minangkabau di masa pergolakan itu adalah basis partai-partai Islam.Sejak lama,orang minangkabau yang menjadi anggota partai Islam sangat memusuhi orang-orang PKI.Tapi justru PKI sekarang dapat angin segar,dengan timbulnya pergolakan.Mereka lalu menyusup kedalam tubuh OPR.Gerakan mereka begitu rahasianya,sangat terkoordinir seperti jaringan laba-laba.
Tak terlihat secara langsung,namun kehadirannya terasa dimana-mana.Ada sebab jaringan PKI sangat rapi.Kenapa mereka begitu berhasil menyusup ke instansi pemerintah dan militer.Organisasi mereka ditata dengan konsep yang sangat moderen.Kader-kader mereka dapat didikan khusus dari unisovyet atau RRT.
Sesuatu yang di Sovyet dan RRT tak pernah dikecap rakyatnya.Namun di indonesia mendapat pasaran.Sebab sebahagian pemimpin Indonesia berlomba mendapatkan harta dan kedudukan bagi pribadinya.
Partai Islam sendiri saat itu tercecer, selain karena tak pernah menjanjikan kebahagian duniawi seperti komunis, juga karena kader-kadernya hanya mendapat pendidikan lokal. Selain itu, dan ini masuk penting, pimpinan-pimpinan partai Islam yang jumlahnya banyak itu, saling bercakaran untuk mendapatkan kedudukan.
Kemana si Bungsu setelah peristiwa di Simpang Aurkuning itu? Tak seorangpun yang tahu. Yang jelas, sesaat setelah Nuad si OPR itu melaporkan peristiwa itu ke komandan pasukannya, APRI lalu memburunya. Namun jejaknya lenyap dalam belukar Tambuo itu.
”Kau tahu siapa dia?” tanya sersan yang memimpin pencarian itu.
Nuad yang baru dibebaskan si Bungsu menggeleng.
”Bukan orang Tigobaleh, misalnya?”
”Tidak. Saya kenal setiap batang hidung orang Tigobaleh. Tak satupun yang mahir mempergunakan samurai. Saya tak pernah melihat orang itu sebelum ini di Bukittinggi. Saya benar-benar tak mengenalnya, Pak.”
”Kau bisa usahakan mencari informasi tentangnya?”
”Saya akan usahakan. Tapi orang ini nampaknya amat berbahaya…”
”Ya. Itu sudah dia buktikan tadi ketika menghantam dan membunuh Sutan Kudun…”.
Pasukan itu lalu meninggalkan Tambuo. Padahal si Bungsu tak pergi jauh, hanya dua ratus depa dari mereka, di tebing yang terlindung oleh hutan bambu, dia tengah duduk dan menatap pada mereka dengan diam. Sejak tadi dia memperhatikan gerakan pasukan APRI yang mencarinya itu. Pasukan itu memang hanya tegak di jalan. Menatap keliling. Tidak menyeruak semak belukar.
Malam itu, saat tentara PRRI menyerang kota Bukittinggi, si Bungsu bermalam di rumah kawannya yang terletak di Tigobaleh. Mereka mendengar suara tembakan. Bahkan sampai pagi. Sebenarnya pagi itu dia sudah akan menuju ke kota, tapi temannya melarang. Berbahaya ke kota dalam situasi begitu.
@
Tikam Samurai - IV