Dia masih ragu, walau ada luka yang sudah dikasih perban di keningnya. Dia ingin memastikan apakah lelaki itu menyimpan samurai dibalik bajunya. Namun dia tak lihat.Suara peluit memutus penyelidikannya. Dia datang kepada komandannya yang berdiri tak jauh dari Jam Gadang. Ketika dia menjelaskan ciri lelaki yang baru ditemui dia barusan tadi, maka Nuad sutan Kalek, si OPR mata-mata yang kebetulan ada disana,meyakinkan bahwa itulah orang yang mereka cari.
Ada sekitar tiga puluh tentara yang berlari menyusul si Bungsu.Untunglah firasat anak muda itu memberitahu akan bahaya yang bakal menimpanya. Dia lebih dulu menghindar. Dalam pasar yang bangunanya begitu rapat, dengan mudah dia menyelinap menghilangkan jejak. Dalam langkah cepat dia sampai di Mesjid Pasar Atas.
Kemudian turun lewat samping menuju kampung Cina. Dari sana dia bergegas kearah Benteng dan turun di Atas Ngarai.Di atasngarai dia masuk kesebuah kedai kopi.Ada dua atau tiga lelaki yang sedang mengopi dikedai tersebut.Dia duduk dan mengambil tempat disudut.
“Teh manis ..”katanya.
Tak ada yang mengacuhkannya.Diluar terdengar derap kaki tentara menuju Panorama.Dua lelaki nampaknya selesai minum,lalu membayar dan pergi.Tinggal dikedai itu dia dan seorang lelaki lain.Lelaki itu jugfa selasai minumnya dan membayarnya.Ketika menunggu kembalian uangnya tanpa sengaja dia menoleh kearah si Bungsu.Kebetulan si Bungsu juga tengah memperhatikan lelaki itu.Mata lelaki itu terbelalak dan mulutnya ternganga.
“Ya Tuhan,apakah saya tak salah lihat?si Bungsu bukan?”tanya lelaki itu hampir tak percaya.Kini si Bungsu pula yang kaget setelah mengenal lelaki itu setelah dia bicara.
“Ya Tuhan,Pak Kari….!”katanya sambil bangkit.
Kedua lelaki itu berpelukan didalam kedai kecil itu.Pemilik kedai hanya menatap dengan diam.
“Hei,Rabain.Kau ingat orang ini?si Bungsu yang menghajar Jepang dahulu…?”
Kari Basa memperkenalkan si Bungsu pada pemilik kedai tersebut. Pemilik kedai yang bernama Rabain itu hanya melongo. Kemudian menyalami si Bungsu.
”Namamu sejak dahulu kudengar, anak muda. Sebentar ini juga. Apakah benar dia yang membuat peristiwa di Tarok itu?”
Kari Basa menatap pada si Bungsu setelah pemilik kedai itu bertanya. Setelah menatap sejenak keluar, memastikan tak ada tentara atau orang lain, Kari Basa ikut bertanya.
”Kami mendapat kabar, pagi tadi di Aur Kuning ada OPR yang dibantai orang dengan samurai. Menurut sebagian orang, OPR itu dicido dari belakang. Tapi ada yang berkata, bahwa OPR itu akan menembak dan lelaki itu tiba-tiba menggerakkan tangan. Dan tiba-tiba saja dada OPR itu belah oleh samurai. Saya mendengar cerita itu, dan setahu saya hanya seorang yang mampu melakukan hal itu, yaitu engkau. Sebentar ini, dua lelaki yang keluar tadi, adalah orang-orang PRRI. Mereka juga mendengar cerita itu. Kini engkau muncul tiba-tiba. Jangan mungkiri bahwa memang engkaulah yang telah membantai OPR itu. Benar bukan?”
Si Bungsu hanya menatap pada orang tua itu. Kari Basa, ayah Salma. Alangkah lamanya mereka tak berjumpa.
”Benar cerita itukan, Bungsu?”
”Ya….” jawabnya perlahan.
”Hei, kita ke rumah. Tentara kini berkeliaran mencarimu. Tapi tak apa, itu hanya sebentar. Banyak tugas mereka yang lebih penting daripada hanya mencari engkau. Sepuluh dua puluh OPR mati, biasa. Mari, kita ke rumah. Rabain, kami pergi….”
Si Bungsu mereguk minumannya. Kemudian akan membayar. Tetapi pemilik kedai itu menolak. Mereka berjalan kaki menuju arah Panorama. Ada dua tiga truk penuh tentara melewati mereka menuju ke rumah sakit. Tapi karena Kari Basa demikian tenang, si Bungsu juga menjadi tenang. Dan tiba-tiba saja, mereka tegak di depan sebuah rumah.
”Kau masih ingat rumah ini?”
Kari Basa bertanya perlahan sambil merogoh kantong. Mengeluarkan sebuah kunci dan menaiki tangga batu. Si Bungsu masih tertegak beberapa saat. Betapa dia takkan ingat? Di rumah inilah dahulu dia di rawat oleh Salma selama beberapa puluh hari, setelah tubuhnya dicencang oleh Kempetai dalam terowongan di bawah kota ini. Di rumah inilah dia berlatih kembali mempergunakan samurainya, setelah sekian lama tak menyentuh senjata itu. Akhirnya dia melangkah naik.
”Ini kamarmu, ingat?”
Si Bungsu tersenyum.
”Saya beberapa kali menerima surat dari Salma, yang mengatakan bahwa kalian bertemu di Singapura. Dia menceritakan semua yang terjadi di sana.”
Si Bungsu tak menjawab. Tapi sambil mendengarkan dia memperhatikan kuku kaki dan kuku jari tangan Kari Basa. Ternyata semuanya utuh. Tahu bahwa anak muda itu memperhatikan tangan dan kakinya, yang dahulu semasa sama-sama ditahan di lobang Jepang, kukunya dicabuti semua oleh Jepang, Kari Basa berkata..
@
Tikam Samurai - IV